MAHAMERU
merupakan nama puncak dari gunung Semeru dengan ketinggian 3676 mdpl. Gunung
Semeru terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang,
Jawa Timur. Gunung Semeru adalah gunung jenis stratovolcano aktif yang berada di dalam kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Miss u Bang Baron.... |
Aku
tertarik mendaki gunung Semeru setelah membaca novel “Tahta Mahameru” karya Azzura
Dayana, novel “5 cm” karya Donny Dhirgantoro serta menonton film “5cm” yang
sempat hits pada masa itu. Betapa media audio visual sangat memberi efek yang
besar untuk mempengaruhi penonton. Pada tahun 2015 sekitar bulan September aku
mendapat ajakan dari sahabat untuk ikut pendakian ke gunung Semeru. Akibat
tidak mendapat restu orangtua karena alasan pekerjaan yang tidak boleh
ditinggal, maka aku simpan saja impianku.
Pada
tahun 2016 aku menemukan sebuah opentrip Semeru dari medsos. Iseng-iseng aku
menggali informasi tentang trip tersebut. Terbilang cukup murah, sehingga aku
sangat berminat untuk bergabung. Akhirnya aku mendaftarkan diri ikut trip
“Pendakian Gunung Semeru” dengan mengajak salah satu rekan dari Bogor yaitu
Bang Irul.
Singkat
cerita aku dan bang irul tergabung dalam tim 3 open trip Semeru bersama
@kaina.sahabatperjalanan (endorse...wkwkw).
Awalnya anggota tim 3 berjumlah 10 orang yaitu Bang Baron sebagai kepala suku,
Aldi, Adit, Rudi, Indri, Rifqi, Kus, Ekky, Bang Irul dan aku. Tapi, pada
akhirnya yang bisa berangkat pada hari H hanyalah 7 orang minus Bang Baron, Rifky, dan Indri. Pelaksanaan trip dimulai dari
tanggal 12 Agustus dan berakhir 17 Agustus 2016. Perjalanan sempat diwarnai
rasa cemas karena Kepsek lumayan protektif kalo ada anak buah yang izin tanpa
alasan yang berarti. Untungnya dewi
fortuna masih menaungiku walau pada akhirnya aku harus absen dari mengajar
selama 4 hari (jangan ditiru guys...)
12
Agustus 2016
Sesuai
itinnerary dari panitia, aku
berangkat dari Bogor jam 12.30 WIB menuju St.Pasar Senen karena KA Matarmaja
berangkat jam 15.15 WIB. Saat itu aku hanya masuk kerja setengah hari
saja. Perjalanan dari Jakarta menuju
Malang membutuhkan waktu sekitar 16 jam. Peserta total yang berpartisipasi
dalam trip ini sekitar 33 orang dan dibagi ke dalam 4 tim.
Suasana di gerbong begitu ricuh |
13
Agustus 2016
Setelah
cukup lama duduk di dalam kereta, jam 08.00 WIB kami sampai di St.Malang Baru.
Para Pencari Angkot |
Perjalanan berlanjut menuju Basecamp di Tumpang dengan angkot yang telah
disewa, yang banyak berjajar di seberang stasiun. Sejam kemudian kami sudah
berada di Basecamp Pakdhe. Setelah istirahat sejenak, perwakilan dari tiap tim
berangkat menuju pasar untuk melengkapi logistik masing-masing tim. Kami sudah
terlalu siang tiba di pasar, sehingga ada list
logistik yang tidak tersedia. Tak jadi masalah buat kami, karena masih ada
bahan lain yang bisa saling menggantikan. Sekembalinya kami dari belanja, kami
langsung packing ulang agar semua
logistik yang sudah dibeli bisa masuk ke dalam tas keril. Aku mendapat
perlakuan istimewa, sebagai srikandhi satu-satunya di tim 3 aku hanya membawa
perlengkapan pribadi saja di tas keril kepunyaan Bang Irul. Keenam lelaki lah
yang bertugas membawa perlengkapan tim seperti tenda, alat masak, kompor, gas
hi-cook, sayur mayur, dan logistik lainnya.
Squad Semeru part 1 Kaina |
Dari
BC kami naik jeep menuju Ranupane. Kami harus mampir ke puskesmas setempat untuk
membuat surat sehat yang baru. Kami sudah membawa surat sehat dari kota
masing-masing dan ternyata dianggap tidak sah. Perjalanan ke Ranupane
membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan nuansa pegunungan yang bebas polutan dan
bentang alam yang sangat indah. Kontur jalan yang berliku dan menanjak memacu
adrenalin kami yang berada di jeep.
Numpang selfie di tengah perjalanan menuju Ranupane |
Mampir puskesmas setempat dahulu |
Desa
Ranupane yang masuk wilayah kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang, merupakan
gerbang untuk mulai mendaki Gunung Semeru. Sebelum mendaki kami melakukan
registrasi di Pos Resort TNBTS dan juga mengikuti briefing dari Saver Semeru.
Saat itu kami harus antri untuk ikut briefing karena begitu ramainya pendaki
yang akan ke Semeru. Saat briefing kami dijelaskan tentang apa-apa yang tidak
boleh dilakukan selama berada di gunung Semeru. Hujan yang mengiringi
penjelasan dari saver semeru membuat beberapa dari kami mengantuk dan kena
tegur dari pihak pengelola. Hari mulai petang saat kami telah selesai ikut
briefing. Setelah sholat isya, sekitar jam 19.30 WIB kami mulai berjalan
meninggalkan Ranupane. Kami semua mengenakan mantel karena hujan masih enggan
berhenti. Pendakian Semeru ini melalui Waturejeng, jalur konvensional selain
jalur Ayek-ayek.
Beginilah cara kami tidur selama berada di Pos 2 |
Pagi hari saat masih hujan |
Masih mager |
13 Agustus 2016
Pagi
datang, gerimis masih menemani kami saat mengecek tas keril dan bersiap untuk
menuju Ranu Kumbolo (Rakum). Mayoritas bagian luar dari tas kami basah.
Untunglah saat packing, di dalam tas telah dipasang trash bag untuk melindungi barang dan baju ganti. Cuaca di gunung
memang sukar untuk di prediksi. Walaupun saat itu bulan Agustus, nyatanya kami
tetap terkena hujan di track. Betapa
pentingnya persiapan alat yang memadai guna mengantisipasi hal-hal di luar
kendali manusia. Ke manapun kita pergi tetap safety first ya. Kegiatan di alam bebas memang penuh dengan resiko.
Jangan sampai menyepelekan hal-hal kecil, karena kita tak kan bisa melawan
semesta. Atas kuasa Alloh, kami semua rombongan Kaina sehat ketika bangun pagi
itu. Wajah yang kumal dan badan yang sudah tidak karuan rasanya tak melunturkan
semangat kami untuk beraktivitas pagi itu. Sebagian dari kami bergerak duluan
untuk menuju camp 1 di Rakum. Mereka adalah perwakilan tim yang membawa tenda.
Sekitar 60% dari kelompok kami berjalan duluan. Sisanya membereskan flysheet dan menyiapkan sarapan. Saat
kami memasak mie, aku baru sadar bahwa tetangga sebelah kiriku, yang kujadikan
tempat bersandar ternyata adalah pendaki kelompok lain yang belum ku kenal.
Betapa malunya diriku. Aku langsung meminta maaf padanya.
“Maaf
ya mas, tak kira temen dari Kaina. Semalem gak keliatan wajahnya,,udah
gelap...”
“Gak
papa mbak,, tak pikir semalem, siapa ni orang ,,main nyender-nyender aja. Untung cewek mbak,,bukan cowok...” jawabnya.
Hahahahahaha... batinku. Ya sudahlah, aku
juga tidak sengaja. Seperti ungkapan “Semua pendaki gunung itu bersaudara”.
Anggap saja kejadian ini terjadi di antara sesama saudara.
Selesai
sarapan, kami berjalan menuju camp 1 menyusul rekan kami yang sudah jalan
duluan. Jalan setapak yang kami lalui masih cukup landai. Kami menemukan
beberapa titik longsor akibat hujan semalam. Tak dapat dibayangkan, betapa
berbahayanya kalo semalam kami ngotot untuk melanjutkan perjalanan. Ada 2 titik
longsor yang sudah dipasang webbing. Webbing tersebut sangat membantu kami saat
melewati longsoran tanah. Sebelum sampai di pos 3 kami menemukan papan
informasi “Watu Rejeng”. Di situ kami sempat foto-foto, tapi aku gak ikutan. Wkwkwk...
Aku
dan rombongan sampai di Rakum jam 13.00 WIB. Di area camp di depan danau, sudah
berdiri tenda tim 3 sebanyak 2 buah. Perjalanan yang cukup melelahkan. Durasi
normal dari Ranupane sampai Rakum yaitu 4-6 jam.
Wajah-wajah yang menganut paham "Badai pasti berlalu" |
Tanpa Kabut |
Aku
lantas menata barang di salah satu tenda dan mulai memasak menu makan
siang+malam. Beres memasak dan makan, aku segera ganti baju. Dari semalam di pos 2 belum ganti baju. Padahal sempat
beberapa kali foto saat turun menuju Rakum.
Masak sayur Bayam |
Selesai
ganti baju aku bergegas menyusul para lelaki untuk menikmati suasana sore yang
mempesona di Ranu Kumbolo. Saat matahari mulai tenggelam, cahaya yang terpantul
di permukaan danau begitu mempesona. Kami tak lupa mengambil banyak foto
bersama dengan latar bukit beserta danau ranu kumbolo.
Rakum |
Rakum |
Kabut lembut yang berteman dengan 2 insan |
Candid, entah apa yang mereka lihat |
Saat
kembali ke tenda aku teringat untuk menulis salam di kertas untuk di foto di
area Rakum. Kegiatanku ini ditemani banyak rekan. Alay, ya kan?Gak juga sih, cuma ya,,udah mainstream banget...
Camp
1 di rakum ini, aku tidur di tenda tim2, srikandhi tim 2 ada 2 orang, sehingga
aku dianjurkan tidur bersama mereka. Jadilah, aku sudah mapan di tenda tim 2 saat mereka masih sibuk makan malam. Tidurku
sangat nyenyak. Tidurku saat itu untuk membayar tidur alakadarnya di pos 2.
Dua orang sedang sibuk menulis ucapan. |
15
Agustus 2016
Pagi
hari setelah mengucapkan terima kasih aku kembali ke tenda tim 3 dan mulai
memasak untuk sarapan. Kami memasak menu cepat saji, nutri jell, roti bakar,
dsb.
Pas
kami sedang sibuk-sibuknya memasak tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Kopi gue
mana?”
Aku
yang kesal langsung ngomel-ngomel
kepadanya. “Gak liat apa kita lagi sibuk?!. Bla..bla.bla....”
Beberapa
rekan se-tim ku menanggapinya dengan santai. Maklum, aku ini tipekal orang yang
gampang emosi tapi aslinya mah
pemalu. Hihihi....
Menyiapkan sarapan |
Menu bersama keempat tim |
Makan bersama sebagai bagian dari jiwa Korsa |
Selesai
sarapan bersama kami packing dan segera menuju camp 2 yaitu Kalimati. Salah
satu personel kami ada yang tidak ikut ke kalimati karena kelelahan. Hanya kami
berenam (dari tim 3) yang melanjutkan perjalanan ke Kalimati dengan membawa 2
tenda saja. Dari Rakum sampai selanjutnya diputuskan bahwa ketua tim 3 yaitu
Ekky menggantikan Aldi dan juga Bang Baron.
Meninggalkan
Rakum kami harus melalui Tanjakan Cinta. Tanjakan cinta merupakan salah satu
tanjakan terjal di Gunung Semeru. Saat melalui tanjakan ini aku sempat berhenti
beberapa kali karena aku kehabisan nafas. Tanjakan ini menghubungkan Rakum
dengan Oro-Oro Ombo. Ada mitos bahwa jika kita bisa berjalan melewati tanjakan
cinta tanpa menoleh sekalipun ke arah belakang, dan memikirkan orang yang kita
sayang maka cinta itu akan terjaga. Harap tenang, ini hanyalah mitos. Toh, yang
namanya jodoh tetap ada di tangan Tuhan. Yakini saja...
Oro-oro Ombo |
Etape
selanjutnya yaitu Oro-Oro Ombo, yaitu lembah dengan padang rumput luas yang
ditumbuhi Verbenna Brasiliensis Vell.
Banyak yang menyangka jenis tumbuhan tersebut adalah Lavender, tapi sebenarnya
adalah Verbenna. Verbenna ketika berbunga akan membuat Oro-Oro Ombo didominasi
warna ungu yang sangat indah. Di balik keindahan Verbenna ini, ternyata bisa
menjadi ancaman bagi lingkungan karena tumbuhan ini mampu menyerap air sangat
banyak dan cepat membuat daerah sekitar menjadi kering. Oleh karena hal itu,
pengelola TNBTS mengijinkan kalau ada yang ingin memetik Verbenna, dengan
catatan, jangan sampai tercecer di area taman nasional karena malah menyebabkan
penyebarannya semakin meluas.
Jalan
datar di etape ini akan berakhir di Cemoro Kandang. Di titik ini ada penjual
semangka dan juga gorengan. Banyak rekan kami yang membeli semangka. Segar
rasanya menikmati semangka setelah berpanas-panas di jalur Oro-Oro Ombo.
View Oro-Oro Ombo dilihat dari pucuk tanjakan cinta |
Menyantap Jelly bekal dari Rakum |
Menunggu jatah Jelly |
Suasana Cemoro Kandang |
Penampakan sepatu tim 3 |
Dari
Cemoro kandang, kami lanjut menuju Jambangan. Rute yang kami lalui adalah jalan
setapak yang mulai menanjak disertai semak belukar. Di sana pun terdapat
penjual semangka serta gorengan.
Pose bareng di Jambangan |
Jambangan
ke Kalimati dominan jalan berdebu. Kami sampai di Kalimati sekitar jam 13.00
WIB. Tempat camp terakhir sebelum summit ini merupakan area yang luas. Terdapat
sumber air bernama Sumbermani yang katanya
jauh dari area camp.
Saat yang lain sedang ambil air di Sumbermani |
Taken a picture |
Masak bersama |
Setelah
2 buah tenda telah berdiri, aku segera memasak. Menu kali ini adalah nasi, pecel,
omelet mie+telur, dan bakwan. Beberapa rekan membantuku memasak. Rupanya tim 3
adalah tim yang paling terakhir selesai makan. Bagaimana tidak? Setelah selesai
masak, kami membawa masakan kami semua ke spot terbaik di area kalimati untuk taken a picture. Kami harus hati-hati
dalam melangkah karena di sana banyak ranjau. Puas berfoto bersama, barulah
kami kembali ke tenda dan menyantap makanan yang sudah terlanjur dingin. Oleh
panitia, kami semua diwajibkan tidur segera karena jam 12 malam harus bangun untuk
summit attack. Jam 19.30 kami selesai menyiapkan perlengkapan untuk dibawa saat
summit. Beberapa saat kemudian kami tertidur. Aku tidak bisa tidur. Beberapa
kali terbangun karena hujan mengguyur Kalimati. Pihak TNBTS hanya
merekomendasikan pendakian Semeru sampai Kalimati saja, karena aktivitas kawah
Jonggring Saloka sering mengeluarkan gas beracun. Tapi kebanyakan pendaki ingin
mencapai puncak, termasuk kami semua. Dengan memperhatikan arahan dari Guide
Kaina yang telah berpengalaman, aku dan rekan lain bertekad untuk menggapai
Mahameru.
16
Agustus 2016
Etape
terberat dari pendakian Semeru yaitu jalur summit
attack. Berdasarkan briefing dari saver Semeru kami diarahkan agar tidak
melalui jalur Arcopodo karena dilihat dari rekam jejak pendaki sebelumnya,
banyak yang tersesat dan jalur lumayan berbahaya. Kami summit attack lewat Cemoro Tunggal.
Jam
24.00 WIB aku membuka mata dan ternyata kompleks tenda sebelah masih sepi. Sepi
karena di luar masih turun hujan. Beberapa menit kemudian rekanku setenda mulai
menggeliat, dan kami semua saling mengingatkan agar segera siap-siap untuk
summit. Aku bangun lalu membuat minuman hangat. Saat aku menyiapkan minuman,
teman se-timku tengah sibuk membagi bekal roti dan air mineral untuk perjalanan
menuju puncak. Setelah semua siap kami segera menuju titik kumpul sebelum summit attack dimulai. Untuk tim 3 telah
dibentuk pasangan summit yaitu Adit-Rudi; Uut-Bang Irul; dan Kus-Ekky. Setelah
berdoa dan pengarahan dari panitia selesai, jam 01.00 WIB kami berjalan sesuai
pasangan masing-masing. Sampai di batas vegetasi kami masih sanggup menjaga ritme langkah. Sampai di Cemoro tunggal
kami mulai terpencar. Dari pasanganku serta dari tim 3 aku pun terpisah. Jalur track merupakan pasir dan batuan yang
rapuh. Hujan semalaman membuat pasir yang kami pijak menjadi lebih padat. Walau
sudah agak padat, tetap saja saat aku naik 2 langkah aku harus rela mundur 1
langkah. Gaither yang dikenakan sangat membantu guna mencegah masuknya pasir
saat summit attack. Walaupun aku
berjalan sendirian, tak terlihat di mana Bang irul, maupun teman lainnya, aku
tetap saja berkata pada diriku sendiri : Hanya butuh kaki yang lebih jauh
melangkah; tangan yang berbuat lebih banyak; mata yang melihat lebih lama;
leher yang lebih sering mendongak; tekad yang sekuat baja; dan mulut yang
senantiasa berdoa. Trekking pole
merupakan salah satu piranti penting untuk menunjang proses summit attack. Dengan bantuan alat
tersebut, aku masih bisa menjaga keseimbangan saat mlorot di track pasir.
Di
tengah perjalanan dengan nafas yang tersengal, aku mendengar ada suara
seseorang yang memanggilku. Dan Tarra... Bang Irul terlihat menepi sambil
menungguku. Ternyata dia tadi sudah duluan dan menungguku di atas. Akhirnya aku
berjalan naik diiringi olehnya. Seringkali aku berhenti untuk mengatur nafas.
Kadangkala juga minum untuk sekadar membasahi tenggorokan. Aku penasaran
sekali, sudah jam berapakah sekarang? Sudah berapa lama kah aku berjalan untuk
menuju puncak? Sayangnya bang Irul tidak memakai jam tangan. Sedangkan jam
tanganku—jam tangan pinjaman dari teman kos, mati karena terkena hujan ketika di
Pos 2. Saat aku berpapasan dengan pendaki lain yang tengah istirahat di track, aku bertanya “Jam berapa, mas?”
“Jam
4 mbak”
“Makasih, mas”
“Lain
kali bawa jam gadang aja mbak,”
cetus bang Irul saat aku terlalu sering bertanya jam berapa sekarang pada
setiap pendaki yang ku temui. “Ihh...bang Irul,,” sahutku.
Saat
kakiku mulai lelah melangkah, bang Irul memberikan semangat. Tetap saja speed ku tak juga semakin bertambah.
Kabut mulai muncul. Jarak pandang kami hanya mencapai 2 meter saja. Kuarahkan
pandangan ke bawah, yang tadinya kerlap kerlip cahaya headlamp pendaki lain masih terlihat jelas, sekarang sudah tak
nampak sama sekali. Aku hanya melihat bang Irul seorang di tengah kabut
disertai angin yang menusuk hingga ke tulang. Perlahan kami berjalan di tengah
kabut. Bang Irul terus berjalan di depan, berusaha mencari jalur yang benar
menuju Mahameru. Aku hanya bisa pasrah mengikutinya. Sejam kemudian, bang Irul
berteriak “Stop mbak, jangan lewat sini!”
“Lewat
mana bang? Kita nyasar ya?” kataku panik.
“Balik
mbak, melipir ke kiri. Depan jalan buntu, jurang.”
Aku
segera mengikuti arahan bang Irul. Walau agak sulit, akhirnya berhasil melipir
dan kembali ke jalur yang seharusnya. Tak lama kemudian aku sayup-sayup
mendengar suara orang dari atas.
“Bang
Irul,,denger deh,,,ada suara kan?”
“Ehh...iya
mbak,berarti puncak udah deket. Ayo mbak, buruan!”
Dia
semangat sekali dan berjalan cepat naik ke arah kanan. Aku tetap berjalan
dengan santai. Santai, lha, sudah deket
ini puncaknya.wkwkwkwk...
Akhirnya
dengan sisa-sisa tenaga, aku sampai di puncak Mahameru. Di sana terlihat bang
Dymas, bang Deri, bang Deddy, bang Ferdy dan bang Irul tengah duduk
beristirahat. Kami semua berjabat tangan saling memberikan selamat atas
berhasilnya sampai di puncak. Catatan waktuku tiba di puncak yaitu jam 05.15
WIB.
Saat
sampai di puncak, seluruh rasa lelah dan keluh kesah sirna terhempas angin di
Mahameru. Alhamdulillah, bisa menapakkan kaki di titik teringgi Pulau Jawa,
3676 mdpl. Saat sampai di puncak, betapa aku merasa sangat kecil. Bahwa kita
memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam semesta ciptaan Alloh SWT.
Saat itu puncak masih tertutup kabut. Sambi menunggu rekan yang lain sampai,
aku duduk mengatur nafas dan merenungi perjalanan summit. Merasakan langsung
betapa berbahayanya track menuju puncak,bahwa batu dari ukuran kecil maupun
besar rawan menggelinding dari atas; terdapat jurang di sisi kanan dan kiri
dari track menuju puncak, para pendaki
diminta selalu waspada dan tetap fokus. Semua tenaga serta semangat harus
dikerahkan agar kaki terus melangkah pada track pasir dengan kemiringan jalur
yang cukup tajam.
Otw Mahameru |
Beberapa
saat kemudian rekan setim yaitu Adit dan Rudi tiba di puncak. Disusul
teman-teman yang lain muncul satu demi satu di puncak. Berkali-kali aku
bertanya pada diri sendiri “Di mana Kus dan Ekky? Kenapa belum sampai juga?”
aku mendapat informasi bahwa Ekky dan Kus dalam perjalanan menuju puncak. Tak
berapa lama muncullah Kus dan Ekky. Kami berempat menyambut mereka berdua
dengan penuh semangat.
Sembari
menunggu Kus dan Ekky istirahat, kami menyiapkan properti foto (kertas ucapan)
masing-masing dan juga makan bekal roti yang dibawa dari Kalimati.
“Habis
ini kita foto bareng ya,,,” ujarku penuh semangat.
Pada
kenyataannya, susah sekali untuk foto group
berenam saja. Akhirnya kami foto acak dengan rekan lain dari Kaina. Hanya ada
beberapa foto khusus tim 3 di puncak Semeru. Sebaiknya memang kami membaur
dengan yang lain, jangan hanya mengatasnamakan tim 3. Hehehehe. Semakin siang,
lautan awan semakin terlihat jelas membentang luas tanpa batas. Desiran angin
dan gemuruh letusan dari kawah berpadu menghasilkan melodi alam. Inilah alam
yang menunjukkan Kuasa-NYA. Alam yang mengajarkan kepada kita tentang makna
perjuangan dan kesabaran. Alam juga lah yang mampu mematahkan semua kesombongan
manusia di muka bumi.
Jam
08.30 WIB kami semua bergegas turun. FYI lebih dari jam 10.00 semua pendaki
tidak boleh berada di area Mahameru karena dikhawatirkan terkena gas beracun
yang tertiup angin dari kawah Jonggring Saloka.
Pura-pura Candid |
Istirahat sambil selfie |
Medan berpasir menuju Mahameru |
Saat
turun dari Mahameru kami tidak boleh lengah, karena di sebelah kanan dari jalur
terdapat area blank 75 yaitu jurang yang dalam di mana kalau kita tidak
hati-hati bisa jadi kita jatuh ke sana. Pastikan agar jangan terburu-buru dalam
melangkah turun dan tetaplah berada di jalur yang semestinya. Turun di track pasir memang sangat menyenangkan.
Aku menggunakan tumitku sebagai tumpuan saat menuruni pasir yang gampang
amblas. Sampai di Kelik (batas vegetasi antara hutan dengan medan berpasir
menuju Mahameru) aku beristirahat bersama rekan lain yang sudah lebih dulu
duduk di sana. Ada pendaki yang lewat sambil memberi tahu kami bahwa baru saja
seorang pendaki menggelinding di track
berpasir. “Terus gimana?”
“Sudah
ada yang menolong. Tadi sempat pingsan”
Dan
ternyata pendaki yang dimaksud adalah rekan kami, tim 3. Dia turun belakangan
dan aku, Kus, Ekky, Rudi dan Bang Irul sudah duluan jalan. Rudi dan Bang Irul
sudah sampai di Kalimati saat aku, Kus dan Ekky sepakat menunggu Adit di track
Setelah
mengetahui Adit sudah dicek oleh Bang Arry yang natabene seorang TNI dan
disimpulkan tidak ada luka yang membahayakan, kami lanjut turun menuju
Kalimati. Jadilah kami turun bersama rombongan terakhir. Saat kami sampai di camp area, terlihat tim 1, 2, dan 4
tengah sibuk memasak. Kami segera menyuruh Adit masuk ke tenda dan istirahat.
Kami memasak mie instant agar lebih menghemat waktu. Sehabis Dhuhur kami semua
turun menuju Rakum. Menurut panitia, perjalanan turun gunung hari itu bablas
sampai Desa Ranupane. Kami semua harus mengejar waktu agar malam itu juga kami
serombongan bisa tiba di basecamp
Pakde di Tumpang.
Otw menuju Ranu Kumbolo |
Jangan mengambil apapun selain foto |
Jam
16.00 WIB kami sampai di Rakum dan break
selama 1 jam. Sebelum memulai perjalanan menuju Ranupane, aku mengajak beberapa
teman untuk foto bersama di Rakum.
Adit sudah sehat kembali walau lecet di dahinya. |
Jam
17.00 WIB perjalanan dilanjutkan lagi. Aku yang pergi ke toilet portable ditunggu oleh Adul, Kus dan
beberapa rekan lainnya. Sebenarnya toilet tersebut tidak layak digunakan.
Baunya benar-benar memabukkan. Bagi
yang merasa jijik-an aku sarankan
agar jangan pernah masuk ke toilet tersebut. Saat aku kembali hanya tersisa
beberapa orang saja karena yang lain sudah jalan duluan.
“Hayuk,
jalan, takut kemaleman.” kata Adul.
Kami
pun berjalan beriringan menuju pos 4. Awalnya aku di belakang menemani Irma.
Arum sudah jalan duluan bersama kloter 1 yakni para dengkul racing. Saat perjalanan turun menuju Ranupane sistem jalan
kami sudah bebas, tidak harus berjalan bersama tim masing-masing.
Sampai
di pos 3 kami mengenakan headlamp
karena hari mulai gelap. Saat itulah aku mulai berjalan duluan dan meninggalkan
Irma. Irma tetap di kawal oleh bang Angga dan juga Adul. Perut sudah tak enak,
makanya aku ingin cepat sampai di Ranupane. Aku berjalan berdua bersama Kus.
Kus di depan dan aku mengikuti speednya.
Kus tahu bahwa perutku sudah bergejolak, sehingga dia mengajakku untuk berjalan
dengan cepat. Setengah berlari aku mengikuti langkah Kuswandi. Sampai di pos 2
kami lihat teman yang kloter 2 sedang duduk istirahat. Kami segera bergabung
dengan mereka. Saat mereka mulai berjalan, Aku dan Kus bergabung ke dalam rombongan
tersebut. Ritme langkah kloter 2 ini terbilang cepat. Aku harus menahan rasa
sakit di telapak kaki yang mulai muncul. Di pos 1 kami hanya istirahat sebentar
lalu lanjut sampai di Ranupane. Karena aku cewek
sendiri, aku diminta masuk ke barisan depan. Agar aman, kata mereka. Akhirnya
kami tiba di Ranupane jam 20.00 WIB.
Alhamdulillah,
kami kloter 2 tiba di Ranupane dengan selamat. Saat aku sampai di sana kulihat
beberapa teman kloter 1 sedang jajan bakso dan yang lainnya sedang mencari merchandise
Aku
segera memesan semangkok bakso untuk mengganjal perut yang kelaparan. Mantap
sekali rasanya saat turun gunung lalu makan bakso. Setelah kloter 3 sampai dan
Jeep kami telah stand by, kami segera
naik jeep dan pulang ke BC Pakdhe.
Sampai di Ranupane hari sudah gelap |
Duduk di kursi samping driver bersama bang
Amin membuatku susah tidur pada awalnya. Jalan yang bergelombang dan penuh
tanjakan membuatku harus duduk manis menahan kantuk. Begitu sampai aspal yang
mulus rasa kantukku tak dapat dibendung lagi. Aku terlelap dan bangun saat
sudah sampai di rumah Pakdhe.
Jam
23.30 WIB kami semua tiba di rumah Pakdhe. Saking lelahnya, mayoritas dari kami
langsung merebahkan diri di area yang masih kosong. Aku tidur sekitar jam 00.30
sehabis bersih diri.
17
Agustus 2016
Bangun,
sholat Subuh lalu meluruskan kaki dan mulai luluran “Counterpain”. Aku diajak Bang Arry pergi ke pasar untuk mencari
jajan. Udara pagi di Tumpang memang masih segar. Di area pasar aku dan Bang
Arry membeli jajan pada Tukang Sayur. Bang Arry antusias menggali info tentang
nama makanan yang dijual. Aku hanya diam sambil tertawa melihat interaksi Bang
Arry dan Bapak pedagangnya. Bang Arry sangat senang karena dengan belanjaan
yang lumayan banyak, menurutnya uang yang dikeluarkan adalah sedikit.
“Beda lah
bang,,,namanya juga di desa, lain lagi kalau di Jakarta” kataku.
Kami kembali
ke rumah Pakdhe dan menyajikan jajan pasar tersebut untuk teman-teman. Saat
sarapan siap, kami bergegas antri untuk makan pagi. Sebagian ada yang sarapan,
sebagian lagi ada yang mandi.
Sehabis
sarapan, beres packing kami semua otw
ke St.Malang Baru. Jam 13.00 WIB kami tiba di stasiun. Masih ada waktu sebelum
check-in. Ada yang memanfaatkan freetime untuk berkeliling membeli oleh-oleh;
ada yang jalan-jalan ke alun-alun; ada juga yang hanya mencari makan siang di
area stasiun, dan sisanya menunggu tas kami semua. Aku dan Bang Irul pulang
duluan ke Jogja. Saat itu aku dan bang Irul mendapatkan tiket promo sampai di
Stasiun Solo Balapan. Kami berpamitan kepada semua rekan pendakian yang akan
pulang menuju Jakarta. Suasana haru memenuhi ruang check-in saat Kus mengantar
aku dan Bang Irul. Walaupun kami hanya berinteraksi selama 5 hari saja tapi kebersamaan ini sangat membekas di hati.
Besok pagi ketika kau bangun dan menemukan langit di depan jendelamu
Lupakan seluruh jadwal kerja yang menguras jiwamu
lalu jadilah bunga-bunga dan biarkan dia mewarnaimu
ajak dia menyusuri jalan menuju Mahameru di masa lalu
dan biarkan dia pergi saat kau sudah sampai......
-Merindu kisah klasik kita bersama di Atap Jawa-
Lupakan seluruh jadwal kerja yang menguras jiwamu
lalu jadilah bunga-bunga dan biarkan dia mewarnaimu
ajak dia menyusuri jalan menuju Mahameru di masa lalu
dan biarkan dia pergi saat kau sudah sampai......
-Merindu kisah klasik kita bersama di Atap Jawa-
Special
thanks to :
- Alloh SWT pemilik alam semesta
- Orang tua, sanak saudara dan sahabat yang selalu mendoakan
- Bang Ino, Adul, Bang Angga selaku panitia dari Kaina yang sangat bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendakian
- Rekan pendakian dari tim1, tim 2 serta tim 4 atas kerjasamanya
- Rekan pendakian tim 3 (Aldi, Adit, Rudi, Kus, Ekky, Bang Irul) atas tanggungjawab, kekompakan, toleransi, pengorbanan, serta canda-tawa selama pendakian.
Semoga
perjalanan ini memberikan kita pelajaran bahwa tim yang solid dibangun atas
dasar kepercayaan, kerjasama dan toleransi antar anggotanya. Terima kasih.
Melalui pendakian ini aku secara pribadi bisa belajar banyak hal dari kalian
semua. Belajar menghadapi masalah bersama-sama. Keputusan yang diambil haruslah
dipertimbangkan secara matang agar tidak merugikan/membahayakan pihak manapun. Jangan lupa saling berkirim kabar agar persaudaraan tetap terjaga. Beda pendapat itu sudah
biasa. Yang terpenting yaitu sikap toleransi antar sesama.
Sumber
bacaan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar