Minggu, 16 Juli 2017

KISAH KLASIK TAHTA MAHAMERU



MAHAMERU merupakan nama puncak dari gunung Semeru dengan ketinggian 3676 mdpl. Gunung Semeru terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Gunung Semeru adalah gunung jenis stratovolcano aktif yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Miss u Bang Baron....

Aku tertarik mendaki gunung Semeru setelah membaca novel “Tahta Mahameru” karya Azzura Dayana, novel “5 cm” karya Donny Dhirgantoro serta menonton film “5cm” yang sempat hits pada masa itu. Betapa media audio visual sangat memberi efek yang besar untuk mempengaruhi penonton. Pada tahun 2015 sekitar bulan September aku mendapat ajakan dari sahabat untuk ikut pendakian ke gunung Semeru. Akibat tidak mendapat restu orangtua karena alasan pekerjaan yang tidak boleh ditinggal, maka aku simpan saja impianku.
Pada tahun 2016 aku menemukan sebuah opentrip Semeru dari medsos. Iseng-iseng aku menggali informasi tentang trip tersebut. Terbilang cukup murah, sehingga aku sangat berminat untuk bergabung. Akhirnya aku mendaftarkan diri ikut trip “Pendakian Gunung Semeru” dengan mengajak salah satu rekan dari Bogor yaitu Bang Irul.
Singkat cerita aku dan bang irul tergabung dalam tim 3 open trip Semeru bersama @kaina.sahabatperjalanan (endorse...wkwkw). Awalnya anggota tim 3 berjumlah 10 orang yaitu Bang Baron sebagai kepala suku, Aldi, Adit, Rudi, Indri, Rifqi, Kus, Ekky, Bang Irul dan aku. Tapi, pada akhirnya yang bisa berangkat pada hari H hanyalah 7 orang minus Bang Baron, Rifky, dan Indri. Pelaksanaan trip dimulai dari tanggal 12 Agustus dan berakhir 17 Agustus 2016. Perjalanan sempat diwarnai rasa cemas karena Kepsek lumayan protektif kalo ada anak buah yang izin tanpa alasan yang berarti. Untungnya dewi fortuna masih menaungiku walau pada akhirnya aku harus absen dari mengajar selama 4 hari (jangan ditiru guys...)

12 Agustus 2016

Sesuai itinnerary dari panitia, aku berangkat dari Bogor jam 12.30 WIB menuju St.Pasar Senen karena KA Matarmaja berangkat jam 15.15 WIB. Saat itu aku hanya masuk kerja setengah hari saja.  Perjalanan dari Jakarta menuju Malang membutuhkan waktu sekitar 16 jam. Peserta total yang berpartisipasi dalam trip ini sekitar 33 orang dan dibagi ke dalam 4 tim.


Suasana di gerbong begitu ricuh


13 Agustus 2016

Setelah cukup lama duduk di dalam kereta, jam 08.00 WIB kami sampai di St.Malang Baru.

Para Pencari Angkot

Perjalanan berlanjut menuju Basecamp di Tumpang dengan angkot yang telah disewa, yang banyak berjajar di seberang stasiun. Sejam kemudian kami sudah berada di Basecamp Pakdhe. Setelah istirahat sejenak, perwakilan dari tiap tim berangkat menuju pasar untuk melengkapi logistik masing-masing tim. Kami sudah terlalu siang tiba di pasar, sehingga ada list logistik yang tidak tersedia. Tak jadi masalah buat kami, karena masih ada bahan lain yang bisa saling menggantikan. Sekembalinya kami dari belanja, kami langsung packing ulang agar semua logistik yang sudah dibeli bisa masuk ke dalam tas keril. Aku mendapat perlakuan istimewa, sebagai srikandhi satu-satunya di tim 3 aku hanya membawa perlengkapan pribadi saja di tas keril kepunyaan Bang Irul. Keenam lelaki lah yang bertugas membawa perlengkapan tim seperti tenda, alat masak, kompor, gas hi-cook, sayur mayur, dan logistik lainnya.

Squad Semeru part 1 Kaina

Dari  BC kami naik jeep menuju Ranupane. Kami harus mampir ke puskesmas setempat untuk membuat surat sehat yang baru. Kami sudah membawa surat sehat dari kota masing-masing dan ternyata dianggap tidak sah. Perjalanan ke Ranupane membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan nuansa pegunungan yang bebas polutan dan bentang alam yang sangat indah. Kontur jalan yang berliku dan menanjak memacu adrenalin kami yang berada di jeep.
Numpang selfie di tengah perjalanan menuju Ranupane

Mampir puskesmas setempat dahulu

Desa Ranupane yang masuk wilayah kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang, merupakan gerbang untuk mulai mendaki Gunung Semeru. Sebelum mendaki kami melakukan registrasi di Pos Resort TNBTS dan juga mengikuti briefing dari Saver Semeru. Saat itu kami harus antri untuk ikut briefing karena begitu ramainya pendaki yang akan ke Semeru. Saat briefing kami dijelaskan tentang apa-apa yang tidak boleh dilakukan selama berada di gunung Semeru. Hujan yang mengiringi penjelasan dari saver semeru membuat beberapa dari kami mengantuk dan kena tegur dari pihak pengelola. Hari mulai petang saat kami telah selesai ikut briefing. Setelah sholat isya, sekitar jam 19.30 WIB kami mulai berjalan meninggalkan Ranupane. Kami semua mengenakan mantel karena hujan masih enggan berhenti. Pendakian Semeru ini melalui Waturejeng, jalur konvensional selain jalur Ayek-ayek.

 Saat sampai di pos 2 yaitu jam 21.00 WIB tim 1, tim 2, tim 3 dan tim 4 semua menghentikan perjalanan dan beristirahat di sana. Kondisi hujan deras yang tak kunjung berhenti memaksa kami semua harus menunggu. Pos 2 tak kuasa menampung banyaknya pendaki yang berusaha berteduh. Menit demi menit berlalu, tak ada pendaki yang beranjak dari pos 2 kala itu. Hujan semakin deras dan tebing dekat pos 2 pun longsor. Agar pos 2 mampu menampung lebih banyak pendaki, beberapa dari kami bekerja sama dengan pendaki kelompok lain untuk memasang flysheet. Semua keril kami kumpulkan jadi satu dan diamankan dengan ditutup menggunakan flysheet di bawah pohon samping pos 2. Kami semua meringkuk di pos 2, di area depan pos 2 dengan beratapkan flysheet. Ada pendaki lain yang berada di dalam pos 2 terkena hypotermia dan ditangani oleh rekan mereka. Kami semua kedinginan karena sepatu, baju sudah basah semua. Sempat pula kami menyalakan kompor untuk membuat minuman agar badan tetap hangat. Sudah diputuskan bahwa kami semua harus menunggu pagi untuk melanjutnya perjalanan. Malam terasa begitu panjang. Hujan deras tetap setia menemani malam kami. Masing-masing dari kami mencari lapak untuk sekedar duduk. Bagi yang tidak memungkinkan untuk duduk, hanya bisa pasrah dengan berjongkok dan merapatkan badan kepada rekan di samping kanan-kiri, depan-belakang. Aku yakin, sepanjang malam, rekan-rekan terus berdoa agar semua baik-baik saja. Bayangkan saja, kami semua menggigil, rebahan pun tak bisa karena tanah sudah pasti basah oleh air hujan. Berusaha memejamkan mata, tapi sungguh sulit karena posisi badan yang tidak nyaman. Aku sendiri ingat bahwa depanku adalah Rangga rekan dari tim 1. Samping kanan kiri dan belakang kuyakini sebagai rekan dalam tim kaina. Situasi dan kondisi saat itu memaksa kami harus saling bersandar agar bisa tidur walau sebentar saja. Aku bersandar pada rekan di sebelah kiriku. Dia sering sekali bergerak, otomatis akupun ikut bergerak. Masak iya, dia bergerak “ngulet-ngulet” aku tetap nyender??? Itu mah namanya gak peka..haha. Saat itu hanya bibir yang senantiasa berdzikir diantara suara gemerutuk rahang yang berusaha melawan hawa dingin. Semakin badan dirapatkan ke badan yang lain maka akan terasa lebih hangat. Hal itu membuat kaki terasa gampang kesemutan karena aliran darah tidak lancar. Masing-masing dari kami mensupport diri sendiri dan juga tetangga sebelah. Tak terhitung berapa kali aku membuka mata dan ternyata hujan belum berhenti. Aku mengamati sekitar. Ada mas-mas yang selalu terjaga untuk membuang air yang sudah menggenang di atas flysheet, ada rekan yang tak bisa tidur karena dia berada di area terluar dari flysheet sehingga sering kena cipratan air hujan sepanjang malam, ada yang kelihatannya tidur pulas tapi entah, mungkin dia juga merasa pegal karena tak bisa bergerak akibat terhimpit badan tetangga. Sampai suara kicauan burung mulai ramai, sinar matahari mulai muncul, sebagian dari kami mulai beranjak dari lapak masing-masing untuk buang air kecil.

Beginilah cara kami tidur selama berada di Pos 2
Pagi hari saat masih hujan



Masih mager

13 Agustus 2016

Pagi datang, gerimis masih menemani kami saat mengecek tas keril dan bersiap untuk menuju Ranu Kumbolo (Rakum). Mayoritas bagian luar dari tas kami basah. Untunglah saat packing, di dalam tas telah dipasang trash bag untuk melindungi barang dan baju ganti. Cuaca di gunung memang sukar untuk di prediksi. Walaupun saat itu bulan Agustus, nyatanya kami tetap terkena hujan di track. Betapa pentingnya persiapan alat yang memadai guna mengantisipasi hal-hal di luar kendali manusia. Ke manapun kita pergi tetap safety first ya. Kegiatan di alam bebas memang penuh dengan resiko. Jangan sampai menyepelekan hal-hal kecil, karena kita tak kan bisa melawan semesta. Atas kuasa Alloh, kami semua rombongan Kaina sehat ketika bangun pagi itu. Wajah yang kumal dan badan yang sudah tidak karuan rasanya tak melunturkan semangat kami untuk beraktivitas pagi itu. Sebagian dari kami bergerak duluan untuk menuju camp 1 di Rakum. Mereka adalah perwakilan tim yang membawa tenda. Sekitar 60% dari kelompok kami berjalan duluan. Sisanya membereskan flysheet dan menyiapkan sarapan. Saat kami memasak mie, aku baru sadar bahwa tetangga sebelah kiriku, yang kujadikan tempat bersandar ternyata adalah pendaki kelompok lain yang belum ku kenal. Betapa malunya diriku. Aku langsung meminta maaf padanya.
“Maaf ya mas, tak kira temen dari Kaina. Semalem gak keliatan wajahnya,,udah gelap...”
“Gak papa mbak,, tak pikir semalem, siapa ni orang ,,main nyender-nyender aja. Untung cewek mbak,,bukan cowok...” jawabnya.
Hahahahahaha... batinku. Ya sudahlah, aku juga tidak sengaja. Seperti ungkapan “Semua pendaki gunung itu bersaudara”. Anggap saja kejadian ini terjadi di antara sesama saudara.
Selesai sarapan, kami berjalan menuju camp 1 menyusul rekan kami yang sudah jalan duluan. Jalan setapak yang kami lalui masih cukup landai. Kami menemukan beberapa titik longsor akibat hujan semalam. Tak dapat dibayangkan, betapa berbahayanya kalo semalam kami ngotot untuk melanjutkan perjalanan. Ada 2 titik longsor yang sudah dipasang webbing. Webbing tersebut sangat membantu kami saat melewati longsoran tanah. Sebelum sampai di pos 3 kami menemukan papan informasi “Watu Rejeng”. Di situ kami sempat foto-foto, tapi aku gak ikutan. Wkwkwk...
Aku dan rombongan sampai di Rakum jam 13.00 WIB. Di area camp di depan danau, sudah berdiri tenda tim 3 sebanyak 2 buah. Perjalanan yang cukup melelahkan. Durasi normal dari Ranupane sampai Rakum yaitu 4-6 jam.

Wajah-wajah yang menganut paham "Badai pasti berlalu"

Tanpa Kabut

Aku lantas menata barang di salah satu tenda dan mulai memasak menu makan siang+malam. Beres memasak dan makan, aku segera ganti baju. Dari semalam di pos 2 belum ganti baju. Padahal sempat beberapa kali foto saat turun menuju Rakum.

Masak sayur Bayam

Selesai ganti baju aku bergegas menyusul para lelaki untuk menikmati suasana sore yang mempesona di Ranu Kumbolo. Saat matahari mulai tenggelam, cahaya yang terpantul di permukaan danau begitu mempesona. Kami tak lupa mengambil banyak foto bersama dengan latar bukit beserta danau ranu kumbolo.
Rakum

Rakum
Kabut lembut yang berteman dengan 2 insan


Candid, entah apa yang mereka lihat

Saat kembali ke tenda aku teringat untuk menulis salam di kertas untuk di foto di area Rakum. Kegiatanku ini ditemani banyak rekan. Alay, ya kan?Gak juga sih, cuma ya,,udah mainstream banget...
Dua orang sedang sibuk menulis ucapan.
Camp 1 di rakum ini, aku tidur di tenda tim2, srikandhi tim 2 ada 2 orang, sehingga aku dianjurkan tidur bersama mereka. Jadilah, aku sudah mapan di tenda tim 2 saat mereka masih sibuk makan malam. Tidurku sangat nyenyak. Tidurku saat itu untuk membayar tidur alakadarnya di pos 2.

15 Agustus 2016

Pagi hari setelah mengucapkan terima kasih aku kembali ke tenda tim 3 dan mulai memasak untuk sarapan. Kami memasak menu cepat saji, nutri jell, roti bakar, dsb.
Pas kami sedang sibuk-sibuknya memasak tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Kopi gue mana?”
Aku yang kesal langsung ngomel-ngomel kepadanya. “Gak liat apa kita lagi sibuk?!. Bla..bla.bla....”
Beberapa rekan se-tim ku menanggapinya dengan santai. Maklum, aku ini tipekal orang yang gampang emosi tapi aslinya mah pemalu. Hihihi....
Menyiapkan sarapan

Menu bersama keempat tim

Makan bersama sebagai bagian dari jiwa Korsa

Selesai sarapan bersama kami packing dan segera menuju camp 2 yaitu Kalimati. Salah satu personel kami ada yang tidak ikut ke kalimati karena kelelahan. Hanya kami berenam (dari tim 3) yang melanjutkan perjalanan ke Kalimati dengan membawa 2 tenda saja. Dari Rakum sampai selanjutnya diputuskan bahwa ketua tim 3 yaitu Ekky menggantikan Aldi dan juga Bang Baron.
Meninggalkan Rakum kami harus melalui Tanjakan Cinta. Tanjakan cinta merupakan salah satu tanjakan terjal di Gunung Semeru. Saat melalui tanjakan ini aku sempat berhenti beberapa kali karena aku kehabisan nafas. Tanjakan ini menghubungkan Rakum dengan Oro-Oro Ombo. Ada mitos bahwa jika kita bisa berjalan melewati tanjakan cinta tanpa menoleh sekalipun ke arah belakang, dan memikirkan orang yang kita sayang maka cinta itu akan terjaga. Harap tenang, ini hanyalah mitos. Toh, yang namanya jodoh tetap ada di tangan Tuhan. Yakini saja...

Oro-oro Ombo

Etape selanjutnya yaitu Oro-Oro Ombo, yaitu lembah dengan padang rumput luas yang ditumbuhi Verbenna Brasiliensis Vell. Banyak yang menyangka jenis tumbuhan tersebut adalah Lavender, tapi sebenarnya adalah Verbenna. Verbenna ketika berbunga akan membuat Oro-Oro Ombo didominasi warna ungu yang sangat indah. Di balik keindahan Verbenna ini, ternyata bisa menjadi ancaman bagi lingkungan karena tumbuhan ini mampu menyerap air sangat banyak dan cepat membuat daerah sekitar menjadi kering. Oleh karena hal itu, pengelola TNBTS mengijinkan kalau ada yang ingin memetik Verbenna, dengan catatan, jangan sampai tercecer di area taman nasional karena malah menyebabkan penyebarannya semakin meluas.
Jalan datar di etape ini akan berakhir di Cemoro Kandang. Di titik ini ada penjual semangka dan juga gorengan. Banyak rekan kami yang membeli semangka. Segar rasanya menikmati semangka setelah berpanas-panas di jalur Oro-Oro Ombo.


View Oro-Oro Ombo dilihat dari pucuk tanjakan cinta

Menyantap Jelly bekal dari Rakum

Menunggu jatah Jelly

Suasana Cemoro Kandang

Penampakan sepatu tim 3

Dari Cemoro kandang, kami lanjut menuju Jambangan. Rute yang kami lalui adalah jalan setapak yang mulai menanjak disertai semak belukar. Di sana pun terdapat penjual semangka serta gorengan.

Pose bareng di Jambangan

Jambangan ke Kalimati dominan jalan berdebu. Kami sampai di Kalimati sekitar jam 13.00 WIB. Tempat camp terakhir sebelum summit ini merupakan area yang luas. Terdapat sumber air bernama Sumbermani yang katanya jauh dari area camp.

 Saat yang lain sedang ambil air di Sumbermani

Taken a picture

Masak bersama

Setelah 2 buah tenda telah berdiri, aku segera memasak. Menu kali ini adalah nasi, pecel, omelet mie+telur, dan bakwan. Beberapa rekan membantuku memasak. Rupanya tim 3 adalah tim yang paling terakhir selesai makan. Bagaimana tidak? Setelah selesai masak, kami membawa masakan kami semua ke spot terbaik di area kalimati untuk taken a picture. Kami harus hati-hati dalam melangkah karena di sana banyak ranjau. Puas berfoto bersama, barulah kami kembali ke tenda dan menyantap makanan yang sudah terlanjur dingin. Oleh panitia, kami semua diwajibkan tidur segera karena jam 12 malam harus bangun untuk summit attack. Jam 19.30 kami selesai menyiapkan perlengkapan untuk dibawa saat summit. Beberapa saat kemudian kami tertidur. Aku tidak bisa tidur. Beberapa kali terbangun karena hujan mengguyur Kalimati. Pihak TNBTS hanya merekomendasikan pendakian Semeru sampai Kalimati saja, karena aktivitas kawah Jonggring Saloka sering mengeluarkan gas beracun. Tapi kebanyakan pendaki ingin mencapai puncak, termasuk kami semua. Dengan memperhatikan arahan dari Guide Kaina yang telah berpengalaman, aku dan rekan lain bertekad untuk menggapai Mahameru.

16 Agustus 2016

Etape terberat dari pendakian Semeru yaitu jalur summit attack. Berdasarkan briefing dari saver Semeru kami diarahkan agar tidak melalui jalur Arcopodo karena dilihat dari rekam jejak pendaki sebelumnya, banyak yang tersesat dan jalur lumayan berbahaya. Kami summit attack lewat Cemoro Tunggal.
Jam 24.00 WIB aku membuka mata dan ternyata kompleks tenda sebelah masih sepi. Sepi karena di luar masih turun hujan. Beberapa menit kemudian rekanku setenda mulai menggeliat, dan kami semua saling mengingatkan agar segera siap-siap untuk summit. Aku bangun lalu membuat minuman hangat. Saat aku menyiapkan minuman, teman se-timku tengah sibuk membagi bekal roti dan air mineral untuk perjalanan menuju puncak. Setelah semua siap kami segera menuju titik kumpul sebelum summit attack dimulai. Untuk tim 3 telah dibentuk pasangan summit yaitu Adit-Rudi; Uut-Bang Irul; dan Kus-Ekky. Setelah berdoa dan pengarahan dari panitia selesai, jam 01.00 WIB kami berjalan sesuai pasangan masing-masing. Sampai di batas vegetasi kami masih sanggup menjaga ritme langkah. Sampai di Cemoro tunggal kami mulai terpencar. Dari pasanganku serta dari tim 3 aku pun terpisah. Jalur track merupakan pasir dan batuan yang rapuh. Hujan semalaman membuat pasir yang kami pijak menjadi lebih padat. Walau sudah agak padat, tetap saja saat aku naik 2 langkah aku harus rela mundur 1 langkah. Gaither yang dikenakan sangat membantu guna mencegah masuknya pasir saat summit attack. Walaupun aku berjalan sendirian, tak terlihat di mana Bang irul, maupun teman lainnya, aku tetap saja berkata pada diriku sendiri : Hanya butuh kaki yang lebih jauh melangkah; tangan yang berbuat lebih banyak; mata yang melihat lebih lama; leher yang lebih sering mendongak; tekad yang sekuat baja; dan mulut yang senantiasa berdoa. Trekking pole merupakan salah satu piranti penting untuk menunjang proses summit attack. Dengan bantuan alat tersebut, aku masih bisa menjaga keseimbangan saat mlorot di track pasir.
Di tengah perjalanan dengan nafas yang tersengal, aku mendengar ada suara seseorang yang memanggilku. Dan Tarra... Bang Irul terlihat menepi sambil menungguku. Ternyata dia tadi sudah duluan dan menungguku di atas. Akhirnya aku berjalan naik diiringi olehnya. Seringkali aku berhenti untuk mengatur nafas. Kadangkala juga minum untuk sekadar membasahi tenggorokan. Aku penasaran sekali, sudah jam berapakah sekarang? Sudah berapa lama kah aku berjalan untuk menuju puncak? Sayangnya bang Irul tidak memakai jam tangan. Sedangkan jam tanganku—jam tangan pinjaman dari teman kos, mati karena terkena hujan ketika di Pos 2. Saat aku berpapasan dengan pendaki lain yang tengah istirahat di track, aku bertanya “Jam berapa, mas?”
“Jam 4 mbak
 “Makasih, mas
“Lain kali bawa jam gadang aja mbak,” cetus bang Irul saat aku terlalu sering bertanya jam berapa sekarang pada setiap pendaki yang ku temui. “Ihh...bang Irul,,” sahutku.
Saat kakiku mulai lelah melangkah, bang Irul memberikan semangat. Tetap saja speed ku tak juga semakin bertambah. Kabut mulai muncul. Jarak pandang kami hanya mencapai 2 meter saja. Kuarahkan pandangan ke bawah, yang tadinya kerlap kerlip cahaya headlamp pendaki lain masih terlihat jelas, sekarang sudah tak nampak sama sekali. Aku hanya melihat bang Irul seorang di tengah kabut disertai angin yang menusuk hingga ke tulang. Perlahan kami berjalan di tengah kabut. Bang Irul terus berjalan di depan, berusaha mencari jalur yang benar menuju Mahameru. Aku hanya bisa pasrah mengikutinya. Sejam kemudian, bang Irul berteriak “Stop mbak, jangan lewat sini!”
“Lewat mana bang? Kita nyasar ya?” kataku panik.
“Balik mbak, melipir ke kiri. Depan jalan buntu, jurang.”
Aku segera mengikuti arahan bang Irul. Walau agak sulit, akhirnya berhasil melipir dan kembali ke jalur yang seharusnya. Tak lama kemudian aku sayup-sayup mendengar suara orang dari atas.
“Bang Irul,,denger deh,,,ada suara kan?”
“Ehh...iya mbak,berarti puncak udah deket. Ayo mbak, buruan!”
Dia semangat sekali dan berjalan cepat naik ke arah kanan. Aku tetap berjalan dengan santai. Santai, lha, sudah deket ini puncaknya.wkwkwkwk...
Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga, aku sampai di puncak Mahameru. Di sana terlihat bang Dymas, bang Deri, bang Deddy, bang Ferdy dan bang Irul tengah duduk beristirahat. Kami semua berjabat tangan saling memberikan selamat atas berhasilnya sampai di puncak. Catatan waktuku tiba di puncak yaitu jam 05.15 WIB.
Saat sampai di puncak, seluruh rasa lelah dan keluh kesah sirna terhempas angin di Mahameru. Alhamdulillah, bisa menapakkan kaki di titik teringgi Pulau Jawa, 3676 mdpl. Saat sampai di puncak, betapa aku merasa sangat kecil. Bahwa kita memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam semesta ciptaan Alloh SWT. Saat itu puncak masih tertutup kabut. Sambi menunggu rekan yang lain sampai, aku duduk mengatur nafas dan merenungi perjalanan summit. Merasakan langsung betapa berbahayanya track menuju puncak,bahwa batu dari ukuran kecil maupun besar rawan menggelinding dari atas; terdapat jurang di sisi kanan dan kiri dari track menuju puncak, para pendaki diminta selalu waspada dan tetap fokus. Semua tenaga serta semangat harus dikerahkan agar kaki terus melangkah pada track pasir dengan kemiringan jalur yang cukup tajam.

Otw Mahameru
Beberapa saat kemudian rekan setim yaitu Adit dan Rudi tiba di puncak. Disusul teman-teman yang lain muncul satu demi satu di puncak. Berkali-kali aku bertanya pada diri sendiri “Di mana Kus dan Ekky? Kenapa belum sampai juga?” aku mendapat informasi bahwa Ekky dan Kus dalam perjalanan menuju puncak. Tak berapa lama muncullah Kus dan Ekky. Kami berempat menyambut mereka berdua dengan penuh semangat.
Sembari menunggu Kus dan Ekky istirahat, kami menyiapkan properti foto (kertas ucapan) masing-masing dan juga makan bekal roti yang dibawa dari Kalimati.
“Habis ini kita foto bareng ya,,,” ujarku penuh semangat.
Pada kenyataannya, susah sekali untuk foto group berenam saja. Akhirnya kami foto acak dengan rekan lain dari Kaina. Hanya ada beberapa foto khusus tim 3 di puncak Semeru. Sebaiknya memang kami membaur dengan yang lain, jangan hanya mengatasnamakan tim 3. Hehehehe. Semakin siang, lautan awan semakin terlihat jelas membentang luas tanpa batas. Desiran angin dan gemuruh letusan dari kawah berpadu menghasilkan melodi alam. Inilah alam yang menunjukkan Kuasa-NYA. Alam yang mengajarkan kepada kita tentang makna perjuangan dan kesabaran. Alam juga lah yang mampu mematahkan semua kesombongan manusia di muka bumi.









Jam 08.30 WIB kami semua bergegas turun. FYI lebih dari jam 10.00 semua pendaki tidak boleh berada di area Mahameru karena dikhawatirkan terkena gas beracun yang tertiup angin dari kawah Jonggring Saloka.

Pura-pura Candid

Istirahat sambil selfie
Medan berpasir menuju Mahameru


Saat turun dari Mahameru kami tidak boleh lengah, karena di sebelah kanan dari jalur terdapat area blank 75 yaitu jurang yang dalam di mana kalau kita tidak hati-hati bisa jadi kita jatuh ke sana. Pastikan agar jangan terburu-buru dalam melangkah turun dan tetaplah berada di jalur yang semestinya. Turun di track pasir memang sangat menyenangkan. Aku menggunakan tumitku sebagai tumpuan saat menuruni pasir yang gampang amblas. Sampai di Kelik (batas vegetasi antara hutan dengan medan berpasir menuju Mahameru) aku beristirahat bersama rekan lain yang sudah lebih dulu duduk di sana. Ada pendaki yang lewat sambil memberi tahu kami bahwa baru saja seorang pendaki menggelinding di track berpasir. “Terus gimana?”
“Sudah ada yang menolong. Tadi sempat pingsan”
Dan ternyata pendaki yang dimaksud adalah rekan kami, tim 3. Dia turun belakangan dan aku, Kus, Ekky, Rudi dan Bang Irul sudah duluan jalan. Rudi dan Bang Irul sudah sampai di Kalimati saat aku, Kus dan Ekky sepakat menunggu Adit di track
Setelah mengetahui Adit sudah dicek oleh Bang Arry yang natabene seorang TNI dan disimpulkan tidak ada luka yang membahayakan, kami lanjut turun menuju Kalimati. Jadilah kami turun bersama rombongan terakhir. Saat kami sampai di camp area, terlihat tim 1, 2, dan 4 tengah sibuk memasak. Kami segera menyuruh Adit masuk ke tenda dan istirahat. Kami memasak mie instant agar lebih menghemat waktu. Sehabis Dhuhur kami semua turun menuju Rakum. Menurut panitia, perjalanan turun gunung hari itu bablas sampai Desa Ranupane. Kami semua harus mengejar waktu agar malam itu juga kami serombongan bisa tiba di basecamp Pakde di Tumpang.

Otw menuju Ranu Kumbolo

Jangan mengambil apapun selain foto

Jam 16.00 WIB kami sampai di Rakum dan break selama 1 jam. Sebelum memulai perjalanan menuju Ranupane, aku mengajak beberapa teman untuk foto bersama di Rakum.


Adit sudah sehat kembali walau lecet di dahinya.







Jam 17.00 WIB perjalanan dilanjutkan lagi. Aku yang pergi ke toilet portable ditunggu oleh Adul, Kus dan beberapa rekan lainnya. Sebenarnya toilet tersebut tidak layak digunakan. Baunya benar-benar memabukkan. Bagi yang merasa jijik-an aku sarankan agar jangan pernah masuk ke toilet tersebut. Saat aku kembali hanya tersisa beberapa orang saja karena yang lain sudah jalan duluan.
“Hayuk, jalan, takut kemaleman.” kata Adul.
Kami pun berjalan beriringan menuju pos 4. Awalnya aku di belakang menemani Irma. Arum sudah jalan duluan bersama kloter 1 yakni para dengkul racing. Saat perjalanan turun menuju Ranupane sistem jalan kami sudah bebas, tidak harus berjalan bersama tim masing-masing.
Sampai di pos 3 kami mengenakan headlamp karena hari mulai gelap. Saat itulah aku mulai berjalan duluan dan meninggalkan Irma. Irma tetap di kawal oleh bang Angga dan juga Adul. Perut sudah tak enak, makanya aku ingin cepat sampai di Ranupane. Aku berjalan berdua bersama Kus. Kus di depan dan aku mengikuti speednya. Kus tahu bahwa perutku sudah bergejolak, sehingga dia mengajakku untuk berjalan dengan cepat. Setengah berlari aku mengikuti langkah Kuswandi. Sampai di pos 2 kami lihat teman yang kloter 2 sedang duduk istirahat. Kami segera bergabung dengan mereka. Saat mereka mulai berjalan, Aku dan Kus bergabung ke dalam rombongan tersebut. Ritme langkah kloter 2 ini terbilang cepat. Aku harus menahan rasa sakit di telapak kaki yang mulai muncul. Di pos 1 kami hanya istirahat sebentar lalu lanjut sampai di Ranupane. Karena aku cewek sendiri, aku diminta masuk ke barisan depan. Agar aman, kata mereka. Akhirnya kami tiba di Ranupane jam 20.00 WIB.
Alhamdulillah, kami kloter 2 tiba di Ranupane dengan selamat. Saat aku sampai di sana kulihat beberapa teman kloter 1 sedang jajan bakso dan yang lainnya sedang mencari merchandise
Aku segera memesan semangkok bakso untuk mengganjal perut yang kelaparan. Mantap sekali rasanya saat turun gunung lalu makan bakso. Setelah kloter 3 sampai dan Jeep kami telah stand by, kami segera naik jeep dan pulang ke BC Pakdhe. 

Sampai di Ranupane hari sudah gelap


Duduk di kursi samping driver bersama bang Amin membuatku susah tidur pada awalnya. Jalan yang bergelombang dan penuh tanjakan membuatku harus duduk manis menahan kantuk. Begitu sampai aspal yang mulus rasa kantukku tak dapat dibendung lagi. Aku terlelap dan bangun saat sudah sampai di rumah Pakdhe.
Jam 23.30 WIB kami semua tiba di rumah Pakdhe. Saking lelahnya, mayoritas dari kami langsung merebahkan diri di area yang masih kosong. Aku tidur sekitar jam 00.30 sehabis bersih diri. 


17 Agustus 2016

Bangun, sholat Subuh lalu meluruskan kaki dan mulai luluran “Counterpain”. Aku diajak Bang Arry pergi ke pasar untuk mencari jajan. Udara pagi di Tumpang memang masih segar. Di area pasar aku dan Bang Arry membeli jajan pada Tukang Sayur. Bang Arry antusias menggali info tentang nama makanan yang dijual. Aku hanya diam sambil tertawa melihat interaksi Bang Arry dan Bapak pedagangnya. Bang Arry sangat senang karena dengan belanjaan yang lumayan banyak, menurutnya uang yang dikeluarkan adalah sedikit.
“Beda lah bang,,,namanya juga di desa, lain lagi kalau di Jakarta” kataku. 
Kami kembali ke rumah Pakdhe dan menyajikan jajan pasar tersebut untuk teman-teman. Saat sarapan siap, kami bergegas antri untuk makan pagi. Sebagian ada yang sarapan, sebagian lagi ada yang mandi.
Sehabis sarapan, beres packing kami semua otw ke St.Malang Baru. Jam 13.00 WIB kami tiba di stasiun. Masih ada waktu sebelum check-in. Ada yang memanfaatkan freetime untuk berkeliling membeli oleh-oleh; ada yang jalan-jalan ke alun-alun; ada juga yang hanya mencari makan siang di area stasiun, dan sisanya menunggu tas kami semua. Aku dan Bang Irul pulang duluan ke Jogja. Saat itu aku dan bang Irul mendapatkan tiket promo sampai di Stasiun Solo Balapan. Kami berpamitan kepada semua rekan pendakian yang akan pulang menuju Jakarta. Suasana haru memenuhi ruang check-in saat Kus mengantar aku dan Bang Irul. Walaupun kami hanya berinteraksi selama 5 hari saja tapi kebersamaan ini sangat membekas di hati.




Besok pagi ketika kau bangun dan menemukan langit di depan jendelamu
Lupakan seluruh jadwal kerja yang menguras jiwamu
lalu jadilah bunga-bunga dan biarkan dia mewarnaimu
ajak dia menyusuri jalan menuju Mahameru di masa lalu
dan biarkan dia pergi saat kau sudah sampai......

-Merindu kisah klasik kita bersama di Atap Jawa-

Special thanks to :
  • Alloh SWT pemilik alam semesta
  • Orang tua, sanak saudara dan sahabat yang selalu mendoakan
  • Bang Ino, Adul, Bang Angga selaku panitia dari Kaina yang sangat bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendakian
  • Rekan pendakian dari tim1, tim 2 serta tim 4 atas kerjasamanya
  • Rekan pendakian tim 3 (Aldi, Adit, Rudi, Kus, Ekky, Bang Irul) atas tanggungjawab, kekompakan, toleransi, pengorbanan, serta canda-tawa selama pendakian.

Semoga perjalanan ini memberikan kita pelajaran bahwa tim yang solid dibangun atas dasar kepercayaan, kerjasama dan toleransi antar anggotanya. Terima kasih. Melalui pendakian ini aku secara pribadi bisa belajar banyak hal dari kalian semua. Belajar menghadapi masalah bersama-sama. Keputusan yang diambil haruslah dipertimbangkan secara matang agar tidak merugikan/membahayakan pihak manapun. Jangan lupa saling berkirim kabar agar persaudaraan tetap terjaga. Beda pendapat itu sudah biasa. Yang terpenting yaitu sikap toleransi antar sesama.    


Sumber bacaan:

Tidak ada komentar: