Sabtu, 13 Mei 2017

CATATAN PERJALANAN GUNUNG CIREMAI 3078 MDPL


Pada akhir bulan Desember tahun 2016 aku sudah planning akan mendaki salah satu gunung di daerah Jatim. Karena banyak faktor dan lain hal akhirnya planning berubah dan realitanya aku mendaki gunung Ciremai. Gunung Ciremai yang masuk di kabupaten Cirebon, Kuningan, serta Majalengka ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Aku memutuskan ikut pendakian Ciremai sktr H-4. Begitu dapat ACC dari kanjeng mami, aku langsung mencari tiket kereta tujuan Cirebon. Tanggal 30 Desember tepatnya hari Jumat, aku tiba di stasiun Cirebon Prujakan jam 20.00 WIB.

Sebagai orang yang hanya ngikut, aku tidak disibukkan dengan urusan management pendakian ini. Haha, biasanya juga gak ngurusin padahal. Pendakian Ciremai kami melalui jalur palutungan yang bermedan lebih landai tapi lebih jauh. Berhubung temen-teman berangkat dari area Tangerang, Jakarta, Sukabumi, serta Bogor sedangkan aku berangkat dari Jogja, maka kami sepakat ketemu di basecamp. Dari stasiun sampai BC Palutungan aku diantar oleh seorang anggota grup PJB bernama Bang Riki yang notabene kami belum pernah bertemu. Untunglah, Bang Riki nan baik hati-yang memang sering mendaki Ciremai bersedia direpotkan olehku. Perjalanan dari Stasiun sampai basecamp tak semulus yang dibayangkan. Memang, jalan sudah di aspal dan dominan mulus (beberapa titik jalan penuh lubang), tapi perjalanan yang cukup panjang dan medan yang berat menyebabkan beberapa kali mesin motor yang kami kendarai menjadi macet. Mungkin karena mesin motor terlalu panas, beban penumpang terlalu berat serta medan yang menanjak. Sempat juga bang Riki lupa isi bensin, sehingga harus balik untuk mencari pom bensin. Kami sampai di BC palutungan sudah lewat tengah malam, sekitar jam 00.30 WIB. Saat sudah dekat ke BC jalan yang kami lalui sungguh sepi dan mencekam. Dalam hati aku slalu berdoa agar kami segera sampai dengan selamat di BC. Aku langsung tertidur lelap di BC karena badan sudah sangat letih.

Jam 04.00 WIB aku dibangunkan oleh bang Riki. Katanya, teman-teman rombongan dari barat sudah sampai. Setelah aku menyapa mereka semua, kami segera sholat Subuh dan sarapan. Rombongan kali ini terdiri dari 14 orang yakni Bang Ino, Adul, Ateng, Fahmi, Begenk, Uya, Arin, Aul, Irma, Kus, Ekky, Bang Deri, Bang Katock dan aku.

Squad pendakian plus bang Riki
Kami start mendaki dari BC jam 06.30 WIB tanggal 31 Desember 2016. Untuk menuju pos 1 kami melewati rumah-rumah penduduk, ladang, dan menemukan pos bayangan yang merupakan gerbang masuk ke area hutan. Jarak dari BC ke pos 1 cukup jauh.
Pos 1 Cigowong 1100 mdpl. Pos ini merupakan pos yang terdapat sumber air serta kamar mandi.
Pos 2 Kuta 1575 mdpl. Pos 2 ini kami jadikan tempat istirahat. Saat itu terdapat tenda pendaki lain.

Pos 2 Kuta


Pos 3 Pangguyangan Badak 1800 mdpl
Pos 4 Arban 2050 mdpl. Kami isirahat cukup lama di pos ini. Sembari menunggu rombongan di belakang kami makan mie instant dan juga ngemil snack yang ada di keril.

Di pos Arban menikmati jeda dan ngemiL

Setelah semua berkoordinasi maka dipecahlah kami dalam 3 kloter. Kloter pertama yaitu Adul, Atenk, Begenk berjalan duluan untuk mencari lapak tenda di Goa walet. Kloter kedua dan ketiga yang agak semrawut jalannya yaitu Ekky, Uya, Fahmi, Arin, Aul, Uut, Bang Deri, Bang Katock, Kus dan Bang Ino sebagai sweeper. Kenapa semrawut? Karena yah jalannya suka-suka, mau pelan boleh, mau nambah kecepatan juga bisa. Hihihi.

Pos 5 Tanjakan Asoy 2200 mdpl. Kami tunaikan sholat di pos 5. Saat itu jam 12.30 WIB. Beres sholat kami melanjutkan perjalanan menuju pos 6. Medan menuju pos 6 inilah yang menguji dengkul. Tanjakan lumayan terjal mengharuskan dengkul bertemu dengan dagu.

Pos 6 Pasanggrahan 2450 mdpl. Mulai dari pos 6 menuju pos 8 kami semakin terpencar. Kloter pertama sudah semakin di depan. Lalu ekky menyusul karena dia juga membawa tenda. Artinya dia juga harus mencari lapak di Goa walet. Malam tahun baru banyak pendaki yang ngecamp di Goa walet, jadi kami harus mengejar waktu jangan sampai tak kebagian lapak untuk mendirikan tenda. Saat Ekky sudah tak terlihat batang hidungnya, jadilah aku berjalan beriringan dengan Uya dan Fahmi. Medan berubah menjadi bebatuan. Aku yang sudah kelelahan menggendong keril, lama lama berada paling belakang di antara Uya dan Fahmi. Emang awalnya paling depan?haha, gak juga sih. Lha wong jalan kayak keong. Jika fisikmu tak cukup siap, maka jadilah seperti aku dalam pendakian kali ini, hanya mendapatkan rasa lelah dan pegal yang luarbiasa sepulang dari mendaki. (Jangan ditiru, ini tak baik). 

Tak berapa lama setelah melalui pos 7 (Sanghyangropoh dengan ketinggian 2650 mdpl) lalu turun hujan. Kami segera memakai jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Ternyata hujan semakin deras dan disertai petir yang menyambar tepat di atas kami. Karena medan terbuka dan hanya sedikit dijumpai pohon, kami berjalan dengan hati-hati dan komat kamit berdoa agar tak tersambar petir. Setiap bertanya pada orang yang turun kami mendapat jawaban yang berbeda. “Goa walet masih jauh?”
“Bentar lagi, 15 menit”
“Masih jauh, 1,5 jam”
“Kira-kira 45menit lagi”
Wah, kami merasa mendapat PHP maksimal saat itu. Ekky di depan sudah jauh. Saat kami panggil Ekky dengan kode “srupuuttt!!” tak ada sahutan. Sedangkan rombongan belakang tidak kelihatan sama sekali. Akhirnya kami sampai di pos 8 jam 17.00 WIB. Itupun kami ragu, karena ada pertigaan, yang satu turun mengarah ke goa walet dan sebelah kiri, naik ke arah puncak. Akhirnya setelah berdiskusi aku uya dan fahmi memutuskan arah kanan, turun menuju goa walet. Sampai di goa walet kami bisa menemukan Ekky yang sedang mencari kloter 1 yang ditugaskan mencari lapak di sana. Ekky sudah berteriak teriak sedari tadi memanggil Ateng dan Adul tapi tak ada jawaban. Di tengah guyuran hujan kami membantu mencari kloter 1 dengan berusaha berteriak memanggil nama mereka di antara banyak tenda yang sudah berjajar memenuhi goa walet. Sampai jam 18.00 tak ada hasil, akhirnya kami berempat mendirikan tenda di dalam goa walet. Hanya itu lahan yang kosong. Lagipula kami sudah kedinginan dan kelaparan pula. Wkwkwk. Sembari mendirikan tenda kami berusaha menerka ada di mana Ateng dan Adul. Oh, mungkin ketiduran, pikir kami. Saat tenda sudah berdiri ala kadarnya karena tenda tepat di atas batu, kami bergantian masuk ke tenda untuk ganti baju. Beberapa menit kemudian Adul muncul di depan tenda kami sekitar jam 19.00 WIB. Adul lalu menjelaskan kepada kami, bahwa dia mencari lapak tenda di sebelah atas. Jadi, dia mendirikan tenda di jalur naik arah ke puncak. Katanya, di goa walet saat dia datang, sudah penuh. Padahal adul sampai di goa walet jam 15.00. Sangat cepat bukan?! Aku lantas meminta makanan ke adul. 
“Emang gak ada yang bawa logistik?” kami serentak menggelengkan kepala. 
Adul bergegas naik dan kembali ke tenda kami bersama Ateng dengan membawa kompor, nesting, gas dan kopi/teh. Adul lantas mencermati tenda kami dan mengajak Ekky untuk memperbaiki posisi tenda. Setelah selesai mengurus tenda dan memasang tampungan air di mulut goa, Kami berenam lalu masuk tenda dan membuat teh. Sembari menikmati teh hangat dan beberapa cemilan yang ada, adul bercerita tentang kloter terakhir yang ternyata mengalami kejadian yang mengharukan di trek.
Kloter 3 mengerahkan seluruh sisa tenaga untuk mencapai lapak tenda yang sudah disiapkan oleh Adul. Di tengah hujan dan petir yang menyambar, Aul sempat menangis karena kedinginan. Akhirnya dengan bekerja sama mereka bisa mengatasi rasa lelah dan dingin dan mencapai tenda kloter 1.


Tenda nyasar di Goa Walet


Lapak tenda yang di atas




Rombongan kloter 3 dan Adul dapat berkomunikasi dengan HT. Jadi kloter 3 sampai di lokasi Adul jam 18.30WIB yaitu di Pos Goa Walet pada ketinggian 2950 mdpl. Ateng yang tidak se-kloter dengan saudaranya yaitu Fahmi langsung mencari Fahmi di rombongan tersebut.
“Saudara gue mana? Woii, mana nih saudara gue?” Ateng panik saat dia tak melihat Fahmi dalam rombongan itu.

Ateng dan Fahmi


“Mbak Uut mana?” Tanya Irma.
“Mbak Uut, Fahmi, Uya, Ekky gak ada di sini.” Jawab kloter 1.
“Masak belum pada nyampe sih? Orang udah jalan duluan di depan kita tadi”
Mengetahui hal tersebut mereka panik. Akhirnya Adul, dkk berusaha mencari rombongan kloter 2 yang ternyata berada di dalam Goa Walet. Sedangkan para wanita kloter 3 langsung masuk ke tenda, ganti baju dan istirahat.
Kembali ke rombongan kloter 2 yang sudah ditemukan oleh Adul. Setelah selesai menjelaskan apa yang terjadi serta menganalisis kronologi kejadian terpencarnya kloter 2 dan kloter 3, kami segera ambil posisi untuk tidur. Ateng dan Adul akhirnya tidur di tenda kami. Kami berenam berbagi tempat dalam tenda.
Keesokan paginya, kami sarapan seadanya lalu menuju tenda kloter 1 dan 2. Sesampainya kami di sana, ternyata kloter 3 sudah otw summit duluan. Aku, Ekky,Uya, Ateng dan Fahmi segera menyusul. Setengah jam kemudian sampailah kami di puncak ciremai. Kami foto-foto dan makan bekal nutrijell yang di bawa dari tenda. Tak lama kemudian Adul dan Begenk menemani Aul menuju puncak. Sedangkan kami baru bertemu dengan kloter 3 setelah mereka kembali dari arah jalur Linggarjati. Saat squad kami sudah lengkap kami lantas foto bersama di atap Jawa Barat 3078 mdpl. Yeay!








Di puncak kami hany sebentar, langsung turun menuju tenda dan memasak. Logistik kami cukup banyak, sehingga kami makan enak kala itu. Ada sayur asem, telur, martabak,dsb.

Makan sebelum otw turun BC



Siang hari sekitar jam 12.30 kami otw turun dari pos goawalet menuju basecamp. Kami istirahat cukup lama di pos tanjakan asoy. Sekalian sholat dan makan bekal martabak. Kami melanjutkan perjalanan dan bertemu hujan saat hampir sampai pos 1 Cigowong. Saat sampai di Cigowong hujan bertambah deras. Kami menunggu semua teman tiba di sana. Hari mulai gelap. Beberapa teman tidak membawa headlamp. Akhirnya habis maghrib kami melanjutkan perjalanan menuju BC. Berjalan turun gunung ditemani hujan deras tentu cukup menyulitkan kami. Terkadang jatuh kepleset, kadang tersandung akar, kadang melihat pemandangan menyeramkan di sebelah kiri-kanan. Begitulah, kalau jalan malam, hawanya sedikit berbeda. Di depan yaitu Adul-Uya lalu Aul-Ateng, lalu Arni-Begeng, Aku-Irma, dan temen-teman yang memakai headlamp berjalan satupersatu. Dengan sabar teman-teman saling memback up karena jalan licin, dan headlamp 1 untuk dipakai 2 orang. Ahkirnya jam 20.30 WIB kami semua tiba di BC dengan sehat.

Perjalanan Ciremai kali ini mengajarkan kepadaku bahwa walaupun sudah ada tim yang jalan duluan untuk mencari lapak tenda, kita tidak boleh terlena lantas berjalan semau kita sendiri. Santai boleh, tapi tetap pasang target agar tidak kemalaman sampai di lokasi mendirikan tenda. Jangan sampai miss-komunikasi antar sesama anggota tim sehingga tenda saja sampai terpisah jauh.

Lagi-lagi hal sepele yang tak boleh disepelekan yaitu alat pribadi, headlamp. Saat berjalan di malam hari headlamp merupakan gear yang sangat penting dalam pendakian. Berjalan bersama karena ada yang tidak memakai headlamp menyebabkan waktu yang diperlukan menjadi tidak efektif. Harusnya bisa berjalan cepat untuk memangkas waktu, tapi serombongan menjadi berjalan sesuai ritme teman-teman yang memakai headlamp buat barengan.
Foto bersama


Overall, aku sangat salut dengan tim pendakian ini.
Ada putri keraton yang sampai puncak dan selalu tak lupa dengan gincunya
Ada si dengkul racing yang selalu tangkas mencari tenda nyasar
Ada sweeper yang sabar menyapu seluruh anggota agar tak ketinggalan di jalur
Ada chef handal yang siap menyajikan masakan enak di gunung
Ada porter yang selalu strong membawa beban lebih banyak
Ada si tukang back up yang setia menggandeng pasangannya di jalur.
Dan adanya rasa kerjasama, saling menghargai, saling memotivasi sehingga kami semua bisa kembali ke BC dengan selamat di tengah cuaca yang tak terduga.


Makasih ya gengs....

Tidak ada komentar: