Pada akhir bulan Desember tahun 2016 aku sudah planning akan mendaki salah
satu gunung di daerah Jatim. Karena banyak faktor dan lain hal akhirnya
planning berubah dan realitanya aku mendaki gunung Ciremai. Gunung Ciremai yang
masuk di kabupaten Cirebon, Kuningan, serta Majalengka ini merupakan gunung
tertinggi di Jawa Barat. Aku memutuskan ikut pendakian Ciremai sktr H-4. Begitu
dapat ACC dari kanjeng mami, aku langsung mencari tiket kereta tujuan Cirebon.
Tanggal 30 Desember tepatnya hari Jumat, aku tiba di stasiun Cirebon Prujakan
jam 20.00 WIB.
Sebagai orang yang hanya ngikut, aku tidak disibukkan dengan urusan management pendakian ini. Haha, biasanya
juga gak ngurusin padahal. Pendakian
Ciremai kami melalui jalur palutungan yang bermedan lebih landai tapi lebih
jauh. Berhubung temen-teman berangkat dari area Tangerang, Jakarta, Sukabumi,
serta Bogor sedangkan aku berangkat dari Jogja, maka kami sepakat ketemu di
basecamp. Dari stasiun sampai BC Palutungan aku diantar oleh seorang anggota
grup PJB bernama Bang Riki yang notabene
kami belum pernah bertemu. Untunglah, Bang Riki nan baik hati-yang memang
sering mendaki Ciremai bersedia direpotkan olehku. Perjalanan dari Stasiun
sampai basecamp tak semulus yang dibayangkan.
Memang, jalan sudah di aspal dan dominan mulus (beberapa titik jalan penuh
lubang), tapi perjalanan yang cukup panjang dan medan yang berat menyebabkan
beberapa kali mesin motor yang kami kendarai menjadi macet. Mungkin karena
mesin motor terlalu panas, beban penumpang terlalu berat serta medan yang
menanjak. Sempat juga bang Riki lupa isi bensin, sehingga harus balik untuk
mencari pom bensin. Kami sampai di BC palutungan sudah lewat tengah malam,
sekitar jam 00.30 WIB. Saat sudah dekat ke BC jalan yang kami lalui sungguh
sepi dan mencekam. Dalam hati aku slalu berdoa agar kami segera sampai dengan
selamat di BC. Aku langsung tertidur lelap di BC karena badan sudah sangat
letih.
Jam 04.00 WIB aku dibangunkan oleh bang Riki. Katanya, teman-teman
rombongan dari barat sudah sampai. Setelah aku menyapa mereka semua, kami
segera sholat Subuh dan sarapan. Rombongan kali ini terdiri dari 14 orang yakni
Bang Ino, Adul, Ateng, Fahmi, Begenk, Uya, Arin, Aul, Irma, Kus, Ekky, Bang
Deri, Bang Katock dan aku.
![]() |
Squad pendakian plus bang Riki |
Kami start mendaki dari BC jam
06.30 WIB tanggal 31 Desember 2016. Untuk menuju pos 1 kami melewati
rumah-rumah penduduk, ladang, dan menemukan pos bayangan yang merupakan gerbang
masuk ke area hutan. Jarak dari BC ke pos 1 cukup jauh.
Pos 1 Cigowong 1100 mdpl. Pos ini merupakan pos yang terdapat sumber air
serta kamar mandi.
Pos 2 Kuta 1575 mdpl. Pos 2 ini kami jadikan tempat istirahat. Saat itu
terdapat tenda pendaki lain.
![]() |
Pos 2 Kuta |
Pos 3 Pangguyangan Badak 1800 mdpl
Pos 4 Arban 2050 mdpl. Kami isirahat cukup lama di pos ini. Sembari
menunggu rombongan di belakang kami makan mie instant dan juga ngemil snack yang ada di keril.
![]() |
Di pos Arban menikmati jeda dan ngemiL |
Setelah
semua berkoordinasi maka dipecahlah kami dalam 3 kloter. Kloter pertama yaitu
Adul, Atenk, Begenk berjalan duluan untuk mencari lapak tenda di Goa walet.
Kloter kedua dan ketiga yang agak semrawut jalannya yaitu Ekky, Uya, Fahmi,
Arin, Aul, Uut, Bang Deri, Bang Katock, Kus dan Bang Ino sebagai sweeper. Kenapa semrawut? Karena yah jalannya suka-suka, mau pelan boleh, mau
nambah kecepatan juga bisa. Hihihi.
Pos 5 Tanjakan Asoy 2200 mdpl. Kami tunaikan sholat di pos 5. Saat itu jam
12.30 WIB. Beres sholat kami melanjutkan perjalanan menuju pos 6. Medan menuju
pos 6 inilah yang menguji dengkul. Tanjakan lumayan terjal mengharuskan dengkul
bertemu dengan dagu.
Pos 6 Pasanggrahan 2450 mdpl. Mulai dari pos 6 menuju pos 8 kami semakin
terpencar. Kloter pertama sudah semakin di depan. Lalu ekky menyusul karena dia
juga membawa tenda. Artinya dia juga harus mencari lapak di Goa walet. Malam tahun
baru banyak pendaki yang ngecamp di
Goa walet, jadi kami harus mengejar waktu jangan sampai tak kebagian lapak
untuk mendirikan tenda. Saat Ekky sudah tak terlihat batang hidungnya, jadilah
aku berjalan beriringan dengan Uya dan Fahmi. Medan berubah menjadi bebatuan.
Aku yang sudah kelelahan menggendong keril, lama lama berada paling belakang di
antara Uya dan Fahmi. Emang awalnya paling depan?haha, gak juga sih. Lha wong jalan kayak keong. Jika fisikmu
tak cukup siap, maka jadilah seperti aku dalam pendakian kali ini, hanya
mendapatkan rasa lelah dan pegal yang luarbiasa sepulang dari mendaki. (Jangan
ditiru, ini tak baik).
Tak berapa lama setelah melalui pos 7 (Sanghyangropoh
dengan ketinggian 2650 mdpl) lalu turun hujan. Kami segera memakai jas hujan
dan melanjutkan perjalanan. Ternyata hujan semakin deras dan disertai petir
yang menyambar tepat di atas kami. Karena medan terbuka dan hanya sedikit
dijumpai pohon, kami berjalan dengan hati-hati dan komat kamit berdoa agar tak
tersambar petir. Setiap bertanya pada orang yang turun kami mendapat jawaban
yang berbeda. “Goa walet masih jauh?”
“Bentar lagi, 15 menit”
“Masih jauh, 1,5 jam”
“Kira-kira 45menit lagi”
Wah, kami merasa mendapat PHP maksimal saat itu. Ekky di depan sudah jauh. Saat
kami panggil Ekky dengan kode “srupuuttt!!” tak ada sahutan. Sedangkan
rombongan belakang tidak kelihatan sama sekali. Akhirnya kami sampai di pos 8
jam 17.00 WIB. Itupun kami ragu, karena ada pertigaan, yang satu turun mengarah
ke goa walet dan sebelah kiri, naik ke arah puncak. Akhirnya setelah berdiskusi
aku uya dan fahmi memutuskan arah kanan, turun menuju goa walet. Sampai di goa
walet kami bisa menemukan Ekky yang sedang mencari kloter 1 yang ditugaskan mencari
lapak di sana. Ekky sudah berteriak teriak sedari tadi memanggil Ateng dan Adul
tapi tak ada jawaban. Di tengah guyuran hujan kami membantu mencari kloter 1
dengan berusaha berteriak memanggil nama mereka di antara banyak tenda yang
sudah berjajar memenuhi goa walet. Sampai jam 18.00 tak ada hasil, akhirnya
kami berempat mendirikan tenda di dalam goa walet. Hanya itu lahan yang kosong.
Lagipula kami sudah kedinginan dan kelaparan pula. Wkwkwk. Sembari mendirikan
tenda kami berusaha menerka ada di mana Ateng dan Adul. Oh, mungkin ketiduran,
pikir kami. Saat tenda sudah berdiri ala kadarnya karena tenda tepat di atas
batu, kami bergantian masuk ke tenda untuk ganti baju. Beberapa menit kemudian
Adul muncul di depan tenda kami sekitar jam 19.00 WIB. Adul lalu menjelaskan
kepada kami, bahwa dia mencari lapak tenda di sebelah atas. Jadi, dia
mendirikan tenda di jalur naik arah ke puncak. Katanya, di goa walet saat dia
datang, sudah penuh. Padahal adul sampai di goa walet jam 15.00. Sangat cepat
bukan?! Aku lantas meminta makanan ke adul.
“Emang gak ada yang bawa logistik?”
kami serentak menggelengkan kepala.
Adul bergegas naik dan kembali ke tenda
kami bersama Ateng dengan membawa kompor, nesting, gas dan kopi/teh. Adul
lantas mencermati tenda kami dan mengajak Ekky untuk memperbaiki posisi tenda.
Setelah selesai mengurus tenda dan memasang tampungan air di mulut goa, Kami
berenam lalu masuk tenda dan membuat teh. Sembari menikmati teh hangat dan
beberapa cemilan yang ada, adul bercerita tentang kloter terakhir yang ternyata
mengalami kejadian yang mengharukan di trek.
Kloter 3 mengerahkan seluruh sisa tenaga untuk mencapai lapak tenda yang
sudah disiapkan oleh Adul. Di tengah hujan dan petir yang menyambar, Aul sempat
menangis karena kedinginan. Akhirnya dengan bekerja sama mereka bisa mengatasi
rasa lelah dan dingin dan mencapai tenda kloter 1.
![]() |
Tenda nyasar di Goa Walet |
![]() |
Lapak tenda yang di atas |
Rombongan kloter 3 dan Adul dapat berkomunikasi dengan HT. Jadi kloter 3
sampai di lokasi Adul jam 18.30WIB yaitu di Pos Goa Walet pada ketinggian 2950
mdpl. Ateng yang tidak se-kloter dengan saudaranya yaitu Fahmi langsung mencari
Fahmi di rombongan tersebut.
“Saudara gue mana? Woii, mana nih
saudara gue?” Ateng panik saat dia tak melihat Fahmi dalam rombongan itu.
![]() |
Ateng dan Fahmi |
“Mbak Uut mana?” Tanya Irma.
“Mbak Uut, Fahmi, Uya, Ekky gak ada di sini.” Jawab kloter 1.
“Masak belum pada nyampe sih? Orang udah jalan duluan di depan kita tadi”
Mengetahui hal tersebut mereka panik. Akhirnya Adul, dkk berusaha mencari
rombongan kloter 2 yang ternyata berada di dalam Goa Walet. Sedangkan para
wanita kloter 3 langsung masuk ke tenda, ganti baju dan istirahat.
Kembali ke rombongan kloter 2 yang sudah ditemukan oleh Adul. Setelah
selesai menjelaskan apa yang terjadi serta menganalisis kronologi kejadian
terpencarnya kloter 2 dan kloter 3, kami segera ambil posisi untuk tidur. Ateng
dan Adul akhirnya tidur di tenda kami. Kami berenam berbagi tempat dalam tenda.
Keesokan paginya, kami sarapan seadanya lalu menuju tenda kloter 1 dan 2.
Sesampainya kami di sana, ternyata kloter 3 sudah otw summit duluan. Aku, Ekky,Uya,
Ateng dan Fahmi segera menyusul. Setengah jam kemudian sampailah kami di puncak
ciremai. Kami foto-foto dan makan bekal nutrijell yang di bawa dari tenda. Tak
lama kemudian Adul dan Begenk menemani Aul menuju puncak. Sedangkan kami baru
bertemu dengan kloter 3 setelah mereka kembali dari arah jalur Linggarjati.
Saat squad kami sudah lengkap kami
lantas foto bersama di atap Jawa Barat 3078 mdpl. Yeay!
Di puncak kami hany sebentar, langsung turun menuju tenda dan memasak.
Logistik kami cukup banyak, sehingga kami makan enak kala itu. Ada sayur asem,
telur, martabak,dsb.
![]() |
Makan sebelum otw turun BC |
Siang hari sekitar jam 12.30 kami otw turun dari pos goawalet menuju
basecamp. Kami istirahat cukup lama di pos tanjakan asoy. Sekalian sholat dan
makan bekal martabak. Kami melanjutkan perjalanan dan bertemu hujan saat hampir
sampai pos 1 Cigowong. Saat sampai di Cigowong hujan bertambah deras. Kami
menunggu semua teman tiba di sana. Hari mulai gelap. Beberapa teman tidak
membawa headlamp. Akhirnya habis maghrib kami melanjutkan perjalanan menuju BC.
Berjalan turun gunung ditemani hujan deras tentu cukup menyulitkan kami. Terkadang
jatuh kepleset, kadang tersandung akar, kadang melihat pemandangan menyeramkan
di sebelah kiri-kanan. Begitulah, kalau jalan malam, hawanya sedikit berbeda. Di
depan yaitu Adul-Uya lalu Aul-Ateng, lalu Arni-Begeng, Aku-Irma, dan
temen-teman yang memakai headlamp berjalan satupersatu. Dengan sabar
teman-teman saling memback up karena jalan licin, dan headlamp 1 untuk dipakai
2 orang. Ahkirnya jam 20.30 WIB kami semua tiba di BC dengan sehat.
Perjalanan Ciremai kali ini mengajarkan kepadaku bahwa walaupun sudah ada
tim yang jalan duluan untuk mencari lapak tenda, kita tidak boleh terlena
lantas berjalan semau kita sendiri. Santai boleh, tapi tetap pasang target agar
tidak kemalaman sampai di lokasi mendirikan tenda. Jangan sampai
miss-komunikasi antar sesama anggota tim sehingga tenda saja sampai terpisah
jauh.
Lagi-lagi hal sepele yang tak boleh disepelekan yaitu alat pribadi,
headlamp. Saat berjalan di malam hari headlamp merupakan gear yang sangat
penting dalam pendakian. Berjalan bersama karena ada yang tidak memakai
headlamp menyebabkan waktu yang diperlukan menjadi tidak efektif. Harusnya bisa
berjalan cepat untuk memangkas waktu, tapi serombongan menjadi berjalan sesuai
ritme teman-teman yang memakai headlamp buat barengan.
![]() |
Foto bersama |
Overall, aku sangat salut dengan tim pendakian
ini.
Ada putri keraton yang sampai puncak dan selalu tak lupa dengan gincunya
Ada si dengkul racing yang selalu
tangkas mencari tenda nyasar
Ada sweeper yang sabar menyapu
seluruh anggota agar tak ketinggalan di jalur
Ada chef handal yang siap
menyajikan masakan enak di gunung
Ada porter yang selalu strong
membawa beban lebih banyak
Ada si tukang back up yang setia
menggandeng pasangannya di jalur.
Dan adanya rasa kerjasama, saling menghargai, saling memotivasi sehingga
kami semua bisa kembali ke BC dengan selamat di tengah cuaca yang tak terduga.
Makasih ya gengs....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar