Sabtu, 13 Mei 2017

CATATAN PERJALANAN GUNUNG SALAK 2211 MDPL


Pada bulan september tanggal 10-11 tahun 2016,  aku dan beberapa teman mendaki gunung Salak. Gunung salak berada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Plan kami yaitu start melalui jalur Cimelati dan ngecamp di puncak Salak I yaitu Puncak Manik dengan ketinggian 2211 meter. Menurut teman yang lebih berpengalaman, jalur Cimelati merupakan jalur paling cepat untuk menuju Puncak Salak I dibanding jalur lain yaitu via Cidahu, via Pasir Reungit maupun via Girijaya.

Aku berangkat dari kos di Bojongkulur naik angkot tanggal 9 September 2017 jam 19.00 WIB menuju meeting point di Tol Jagorawi. Karena sudah terlalu malam, bus yang harusnya kita tumpangi hingga ke Cicurug barusan berangkat dan bus selanjutnya akan beroperasi kembali keesokan harinya. Kita kemaleman, maklum saja, beres kerja jam 17.00 WIB. Akhirnya, Kita pun naik elf sampai ke Ciawi dan oper naik bus sampai ke Cicurug. Di cicurug, kita istirahat dan bermalam di rumahnya Vian. Keesokan paginya kami menyewa pick up dan diantar hingga ke Cimelati. Start dari rumah Vian jam 05.30 dan kami masih harus mampir ke pasar untuk membeli perbekalan sebelum pendakian.

Squad pendakian Salak


Kami berangkat dari Pos Penjagaan dengan membayar seikhlasnya yaitu Rp 50.000 untuk rombongan kami. Tim kami terdiri atas 13 personil yaitu Vian sebagai guide membawa 3 teman asli Cimelati, serta Bang Ponco,Malih, Bang Deri, Arum, Irma, Athenk, Eki, Kus dan Uut yang notabene bertemu saat pendakian Semeru sebelumnya. Berangkat menuju pos 1 jam 08.00 dan sampai di pos 1 jam 08.52 WIB. 

Awal perjalanan menuju pos 1 kami melewati perkebunan dan jalan setapak yang tidak terlalu terjal. Dari pos 1 menuju pos 2 mulailah jalur yang terdapat banyak akar pohon yang licin. Gunung salak dengan vegetasi hutan yang rapat membuat suasana hening. Di tengah keheningan kita bisa mendengar suara kicauan burung di tengah hutan.

Selagi menikmati kondisi alam sekitar, seorang teman nyeletuk “Pos 2 break ya, sarapan dulu”. “Iya” sahutku. Lalu aku berkata pada Vian, “Pos 2 masih jauh?”. “Dekat, kog” jawab Vian. “Mbak,,katanya pos 2 deket..mana? Kog gak nyampe-nyampe?”. “Itu di depan, dikit lagi katanya” kataku berusaha menghibur. 

Sampai di pos 2 langsung cekrek...

Tak dapat dipungkiri kalau kita ngetrek padahal perut yang kosong udah berteriak minta diisi, maka jalanpun menjadi tidak fokus. Bawaan pikiran cuma ‘Uhh, kena PHP nih,’. Beberapa menit kemudian Vian berteriak “Buruan, Pos 2 nih”. Lantas aku ulangi teriakan itu “Noh, depan Pos 2 beneran”. Kami sampai di pos 2 jam 09.39 WIB. Segera kami melahap nasi uduk yang dibeli dari pasar dengan lauk seadanya. Sarapan sudah dilakukan, energi terisi lalu kami lanjut menuju pos 3 dengan penuh semangat. Kami sampai di pos 3 jam 09.59 WIB.

Di pos 3 juga taken a pict


Pos 3 merupakan satu-satunya pos yang terdapat sumber air. Kami istirahat cukup lama saat di pos 3. Sambil mengisi ulang botol air mineral kami menikmati bekal roti yang dibawa. Pos 3 juga terdapat lapak untuk mendirikan tenda karena tanah lumayan datar dan lapang dibanding pos pos selanjutnya sebelum sampai ke puncak. Mulai dari sini kami berjalan terpisah. Rombongan kawan Vian, tiga orang sudah jalan duluan seakan trek terjal setelah pos 3 bukanlah hal yang sulit. Menurutku mulai terjal yaitu dari pos 3 hingga ke puncak. Ayunan kakiku harus diimbangi dengan tangan yang berpegang erat pada akar pohon. Pokoknya seringkali dengkul bertemu dengan dagu apalagi dengan panjang kaki yang pas-pasan. Alhamdulillah masih ada pohon maupun akar sebagai back upnya. Rombongan paling belakang yaitu para porter, ada yang membawa tenda, ada yang membawa logistik. Jangan salah, di antara mereka ada yang kerilnya berisi 1 buah semangka bulat, utuh. Sedangkan rombongan cewek yaitu Aku, Arum dan Irma konstan berada di tengah.

Kami tiba di pos 4 pada jam 12.27 WIB. Jalur dari pos 4 menuju pos 5 masih didominasi tanah, serta akar pepohonan rapat yang licin. Langkah kaki orang yang sering “main” ke gunung salak dengan langkah kaki pendaki pemula akan tampak bedanya. Langkah kaki mereka mantap dan cepat serta sangat seimbang, sedangkan langkahku terkesan bimbang memilih pijakan serta sering oleng apalagi saat perjalanan turun esok hari. Vian hanya beralaskan sandal jepit sedangkan kami memakai sepatu gunung *_*

Sampailah kami di pos 5 jam 13.31 WIB. Berhenti di pos untuk sejenak mengistirahatkan dengkul dan mengatur nafas. Setelah cukup istirahat kami lanjut dan sampai di pos 6 jam 14.01 WIB.
Baru berjalan beberapa langkah dari pos 6 tiba-tiba hujan rintik-rintik yang lama kelamaan menjadi hujan deras. Dan kami harus mengenakan mantel untuk mengurangi resiko basah kuyup. Kami berjalan di tengah guyuran hujan, dengan trek yang semakin parah karena tanahnya semakin berlumpur dan licin.

Hingga kami tiba di puncak hujan masih menyisakan  bekas genangan air di camping ground. Sampai di Puncak Manik Salak 1 dengan ketinggian 2211 mdpl yaitu jam 15.00 WIB.
Banyak pacet berukuran raksasa berwarna hitam yang kami temukan sedang berkeliaran di sekitar camping ground di Puncak manik. Kami menyebutnya pacet gajah..
Saat tiba di puncak kami langsung mengecek apakah ada anggota badan yang ditempel oleh pacet. Dan ternyata saya dan Malih di tempel pacet di bagian tangan. Segera saja pacet yang tengah asyik mengisap darah disundut dengan rokok hingga terlepas dari tangan kami.
Sebagian dari kami mulai mendirikan 4 tenda. Keempat tenda kami merada tepat di samping Plang Puncak Manik. Sementara yang lain mendirikan tenda, ada juga yang sengaja menjemur pakaian dan mantel yang basah terkena hujan di track. Sore itu kami memasak seblak, salah satu makanan favoritku di Bogor. Yang memasak adalah Chef Arum dan Irma. Petang hari kami melahap masakan yang telah siap di dalam tenda. Setelah makan, beberes dan ganti baju, kami para cewek segera masuk ke tenda dan langsung tidur karena kelelahan diguncang track salak.




Suasana pagi di sekitar tenda






Sarapan sudah siap.


Sarapan bersama terasa lebih nikmat

Keesokan harinya kami memasak nasi, bakwan dan sop sebagai menu sarapan. Ada juga minuman segar campuran nata de coco dengan potongan semangka yang dibawa dari bawah. Ketika sarapan hampir siap, aku teringat sisa nasi uduk yang kami makan di pos 2. Lantas, aku bertanya, “Di mana nasi uduknya?Biar dihangatkan.” Lantas tak ada yang merespon. Lalu ku dekati mereka yang kemarin jalan paling belakang. Barulah mereka mengaku bahwa nasi uduknya sudah habis kemarin siang karena mereka sangat kelaparan di track. Aku geli sendiri menyaksikan mereka yang saling menuduh siapa biang kerok yang memprovokasi agar nasi tersebut dimakan. Cerita inilah yang akan selalu terkenang dan membekas di hati. Selesai makan, kami berfoto ria di sekitar tenda dan plang puncak.

Foto bareng di Puncak Manik




Puncak sudah sepi saat kami hendak otw turun



Naik berat, turun lebih berat..hihihi...

Jam 10.00 WIB kami mulai turun dari puncak Salak I. Tiba di pos 3 kami istirahat agak lama. Kami juga memberikan surprise ke Ateng yang berulang tahun ke-17 hari itu. Duh, masih muda belia yak... Kus memang sudah menyiapkan kue untuk Ateng dan sengaja akan diberikan di gunung Salak. Mulailah Ateng dikerjain oleh para seniornya kala itu. Dia diminta meniup api dari trangia sebagai lambang tiup lilin sebelum potong kue. Kasihan sekali Ateng, meski sudah berulangkali mencoba meniup sekuat tenaga, tetap saja api tersebut tak kunjung padam. Akhirnya, walau gagal meniup api, acara potong kue berjalan dengan penuh haru. Semua menikmati kue rasa durian bersama-sama, kecuali Aku. Masalahnya aku gak suka durian, jadi kue/cake rasa durian tidak kumakan. Potongan kue yang kecil sudah bisa dicicipi masing-masing. Karena masih lapar, akhirnya kami membongkar logistik yang tersisa dan mulai memasak mie serta membuat kopi dan susu. 

Ateng dan bang Ponco


Ateng meniup lilin ULTAHnya

Kelaparan di pos 3




Perut memang susah diajak kompromi saat sedang lapar. Seperti pepatah “Logika tak akan berjalan tanpa logistik”. Setelah perut kenyang dan dengkul lumayan terkondisikan kami segera beberes dan lanjut turun hingga pos penjagaan. Jangan heran kalau dengkulku jadi tremor. Dari puncak hingga pos 2 semua tumpuan beban dan berat badan jatuh di kaki. Trek yang licin membuatku melangkah sangat pelan dan hati-hati. Akhirnya kami sampai di pos penjagaan jam 16.00 WIB. Sambi menunggu pick up menjemput kami lapor ke pos penjagaan bahwa kami semua turun dengan anggota lengkap dan semuanya sehat.
Alhamdulillah misi ke salak sukses. Aku, bang Deri, Kus dan Ekky turun di pertigaan Cimelati jam 17.30 WIB. Kami menunggu bis ke arah Jagorawi lumayan lama. Habis Isya, barulah kami putuskan naik angkot sampai Ciawi lalu sambung Bus dan turun di tol Jagorawi.

Pose tim 3 sebelum pulang *_^

CATATAN PERJALANAN GUNUNG CIREMAI 3078 MDPL


Pada akhir bulan Desember tahun 2016 aku sudah planning akan mendaki salah satu gunung di daerah Jatim. Karena banyak faktor dan lain hal akhirnya planning berubah dan realitanya aku mendaki gunung Ciremai. Gunung Ciremai yang masuk di kabupaten Cirebon, Kuningan, serta Majalengka ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Aku memutuskan ikut pendakian Ciremai sktr H-4. Begitu dapat ACC dari kanjeng mami, aku langsung mencari tiket kereta tujuan Cirebon. Tanggal 30 Desember tepatnya hari Jumat, aku tiba di stasiun Cirebon Prujakan jam 20.00 WIB.

Sebagai orang yang hanya ngikut, aku tidak disibukkan dengan urusan management pendakian ini. Haha, biasanya juga gak ngurusin padahal. Pendakian Ciremai kami melalui jalur palutungan yang bermedan lebih landai tapi lebih jauh. Berhubung temen-teman berangkat dari area Tangerang, Jakarta, Sukabumi, serta Bogor sedangkan aku berangkat dari Jogja, maka kami sepakat ketemu di basecamp. Dari stasiun sampai BC Palutungan aku diantar oleh seorang anggota grup PJB bernama Bang Riki yang notabene kami belum pernah bertemu. Untunglah, Bang Riki nan baik hati-yang memang sering mendaki Ciremai bersedia direpotkan olehku. Perjalanan dari Stasiun sampai basecamp tak semulus yang dibayangkan. Memang, jalan sudah di aspal dan dominan mulus (beberapa titik jalan penuh lubang), tapi perjalanan yang cukup panjang dan medan yang berat menyebabkan beberapa kali mesin motor yang kami kendarai menjadi macet. Mungkin karena mesin motor terlalu panas, beban penumpang terlalu berat serta medan yang menanjak. Sempat juga bang Riki lupa isi bensin, sehingga harus balik untuk mencari pom bensin. Kami sampai di BC palutungan sudah lewat tengah malam, sekitar jam 00.30 WIB. Saat sudah dekat ke BC jalan yang kami lalui sungguh sepi dan mencekam. Dalam hati aku slalu berdoa agar kami segera sampai dengan selamat di BC. Aku langsung tertidur lelap di BC karena badan sudah sangat letih.

Jam 04.00 WIB aku dibangunkan oleh bang Riki. Katanya, teman-teman rombongan dari barat sudah sampai. Setelah aku menyapa mereka semua, kami segera sholat Subuh dan sarapan. Rombongan kali ini terdiri dari 14 orang yakni Bang Ino, Adul, Ateng, Fahmi, Begenk, Uya, Arin, Aul, Irma, Kus, Ekky, Bang Deri, Bang Katock dan aku.

Squad pendakian plus bang Riki
Kami start mendaki dari BC jam 06.30 WIB tanggal 31 Desember 2016. Untuk menuju pos 1 kami melewati rumah-rumah penduduk, ladang, dan menemukan pos bayangan yang merupakan gerbang masuk ke area hutan. Jarak dari BC ke pos 1 cukup jauh.
Pos 1 Cigowong 1100 mdpl. Pos ini merupakan pos yang terdapat sumber air serta kamar mandi.
Pos 2 Kuta 1575 mdpl. Pos 2 ini kami jadikan tempat istirahat. Saat itu terdapat tenda pendaki lain.

Pos 2 Kuta


Pos 3 Pangguyangan Badak 1800 mdpl
Pos 4 Arban 2050 mdpl. Kami isirahat cukup lama di pos ini. Sembari menunggu rombongan di belakang kami makan mie instant dan juga ngemil snack yang ada di keril.

Di pos Arban menikmati jeda dan ngemiL

Setelah semua berkoordinasi maka dipecahlah kami dalam 3 kloter. Kloter pertama yaitu Adul, Atenk, Begenk berjalan duluan untuk mencari lapak tenda di Goa walet. Kloter kedua dan ketiga yang agak semrawut jalannya yaitu Ekky, Uya, Fahmi, Arin, Aul, Uut, Bang Deri, Bang Katock, Kus dan Bang Ino sebagai sweeper. Kenapa semrawut? Karena yah jalannya suka-suka, mau pelan boleh, mau nambah kecepatan juga bisa. Hihihi.

Pos 5 Tanjakan Asoy 2200 mdpl. Kami tunaikan sholat di pos 5. Saat itu jam 12.30 WIB. Beres sholat kami melanjutkan perjalanan menuju pos 6. Medan menuju pos 6 inilah yang menguji dengkul. Tanjakan lumayan terjal mengharuskan dengkul bertemu dengan dagu.

Pos 6 Pasanggrahan 2450 mdpl. Mulai dari pos 6 menuju pos 8 kami semakin terpencar. Kloter pertama sudah semakin di depan. Lalu ekky menyusul karena dia juga membawa tenda. Artinya dia juga harus mencari lapak di Goa walet. Malam tahun baru banyak pendaki yang ngecamp di Goa walet, jadi kami harus mengejar waktu jangan sampai tak kebagian lapak untuk mendirikan tenda. Saat Ekky sudah tak terlihat batang hidungnya, jadilah aku berjalan beriringan dengan Uya dan Fahmi. Medan berubah menjadi bebatuan. Aku yang sudah kelelahan menggendong keril, lama lama berada paling belakang di antara Uya dan Fahmi. Emang awalnya paling depan?haha, gak juga sih. Lha wong jalan kayak keong. Jika fisikmu tak cukup siap, maka jadilah seperti aku dalam pendakian kali ini, hanya mendapatkan rasa lelah dan pegal yang luarbiasa sepulang dari mendaki. (Jangan ditiru, ini tak baik). 

Tak berapa lama setelah melalui pos 7 (Sanghyangropoh dengan ketinggian 2650 mdpl) lalu turun hujan. Kami segera memakai jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Ternyata hujan semakin deras dan disertai petir yang menyambar tepat di atas kami. Karena medan terbuka dan hanya sedikit dijumpai pohon, kami berjalan dengan hati-hati dan komat kamit berdoa agar tak tersambar petir. Setiap bertanya pada orang yang turun kami mendapat jawaban yang berbeda. “Goa walet masih jauh?”
“Bentar lagi, 15 menit”
“Masih jauh, 1,5 jam”
“Kira-kira 45menit lagi”
Wah, kami merasa mendapat PHP maksimal saat itu. Ekky di depan sudah jauh. Saat kami panggil Ekky dengan kode “srupuuttt!!” tak ada sahutan. Sedangkan rombongan belakang tidak kelihatan sama sekali. Akhirnya kami sampai di pos 8 jam 17.00 WIB. Itupun kami ragu, karena ada pertigaan, yang satu turun mengarah ke goa walet dan sebelah kiri, naik ke arah puncak. Akhirnya setelah berdiskusi aku uya dan fahmi memutuskan arah kanan, turun menuju goa walet. Sampai di goa walet kami bisa menemukan Ekky yang sedang mencari kloter 1 yang ditugaskan mencari lapak di sana. Ekky sudah berteriak teriak sedari tadi memanggil Ateng dan Adul tapi tak ada jawaban. Di tengah guyuran hujan kami membantu mencari kloter 1 dengan berusaha berteriak memanggil nama mereka di antara banyak tenda yang sudah berjajar memenuhi goa walet. Sampai jam 18.00 tak ada hasil, akhirnya kami berempat mendirikan tenda di dalam goa walet. Hanya itu lahan yang kosong. Lagipula kami sudah kedinginan dan kelaparan pula. Wkwkwk. Sembari mendirikan tenda kami berusaha menerka ada di mana Ateng dan Adul. Oh, mungkin ketiduran, pikir kami. Saat tenda sudah berdiri ala kadarnya karena tenda tepat di atas batu, kami bergantian masuk ke tenda untuk ganti baju. Beberapa menit kemudian Adul muncul di depan tenda kami sekitar jam 19.00 WIB. Adul lalu menjelaskan kepada kami, bahwa dia mencari lapak tenda di sebelah atas. Jadi, dia mendirikan tenda di jalur naik arah ke puncak. Katanya, di goa walet saat dia datang, sudah penuh. Padahal adul sampai di goa walet jam 15.00. Sangat cepat bukan?! Aku lantas meminta makanan ke adul. 
“Emang gak ada yang bawa logistik?” kami serentak menggelengkan kepala. 
Adul bergegas naik dan kembali ke tenda kami bersama Ateng dengan membawa kompor, nesting, gas dan kopi/teh. Adul lantas mencermati tenda kami dan mengajak Ekky untuk memperbaiki posisi tenda. Setelah selesai mengurus tenda dan memasang tampungan air di mulut goa, Kami berenam lalu masuk tenda dan membuat teh. Sembari menikmati teh hangat dan beberapa cemilan yang ada, adul bercerita tentang kloter terakhir yang ternyata mengalami kejadian yang mengharukan di trek.
Kloter 3 mengerahkan seluruh sisa tenaga untuk mencapai lapak tenda yang sudah disiapkan oleh Adul. Di tengah hujan dan petir yang menyambar, Aul sempat menangis karena kedinginan. Akhirnya dengan bekerja sama mereka bisa mengatasi rasa lelah dan dingin dan mencapai tenda kloter 1.


Tenda nyasar di Goa Walet


Lapak tenda yang di atas




Rombongan kloter 3 dan Adul dapat berkomunikasi dengan HT. Jadi kloter 3 sampai di lokasi Adul jam 18.30WIB yaitu di Pos Goa Walet pada ketinggian 2950 mdpl. Ateng yang tidak se-kloter dengan saudaranya yaitu Fahmi langsung mencari Fahmi di rombongan tersebut.
“Saudara gue mana? Woii, mana nih saudara gue?” Ateng panik saat dia tak melihat Fahmi dalam rombongan itu.

Ateng dan Fahmi


“Mbak Uut mana?” Tanya Irma.
“Mbak Uut, Fahmi, Uya, Ekky gak ada di sini.” Jawab kloter 1.
“Masak belum pada nyampe sih? Orang udah jalan duluan di depan kita tadi”
Mengetahui hal tersebut mereka panik. Akhirnya Adul, dkk berusaha mencari rombongan kloter 2 yang ternyata berada di dalam Goa Walet. Sedangkan para wanita kloter 3 langsung masuk ke tenda, ganti baju dan istirahat.
Kembali ke rombongan kloter 2 yang sudah ditemukan oleh Adul. Setelah selesai menjelaskan apa yang terjadi serta menganalisis kronologi kejadian terpencarnya kloter 2 dan kloter 3, kami segera ambil posisi untuk tidur. Ateng dan Adul akhirnya tidur di tenda kami. Kami berenam berbagi tempat dalam tenda.
Keesokan paginya, kami sarapan seadanya lalu menuju tenda kloter 1 dan 2. Sesampainya kami di sana, ternyata kloter 3 sudah otw summit duluan. Aku, Ekky,Uya, Ateng dan Fahmi segera menyusul. Setengah jam kemudian sampailah kami di puncak ciremai. Kami foto-foto dan makan bekal nutrijell yang di bawa dari tenda. Tak lama kemudian Adul dan Begenk menemani Aul menuju puncak. Sedangkan kami baru bertemu dengan kloter 3 setelah mereka kembali dari arah jalur Linggarjati. Saat squad kami sudah lengkap kami lantas foto bersama di atap Jawa Barat 3078 mdpl. Yeay!








Di puncak kami hany sebentar, langsung turun menuju tenda dan memasak. Logistik kami cukup banyak, sehingga kami makan enak kala itu. Ada sayur asem, telur, martabak,dsb.

Makan sebelum otw turun BC



Siang hari sekitar jam 12.30 kami otw turun dari pos goawalet menuju basecamp. Kami istirahat cukup lama di pos tanjakan asoy. Sekalian sholat dan makan bekal martabak. Kami melanjutkan perjalanan dan bertemu hujan saat hampir sampai pos 1 Cigowong. Saat sampai di Cigowong hujan bertambah deras. Kami menunggu semua teman tiba di sana. Hari mulai gelap. Beberapa teman tidak membawa headlamp. Akhirnya habis maghrib kami melanjutkan perjalanan menuju BC. Berjalan turun gunung ditemani hujan deras tentu cukup menyulitkan kami. Terkadang jatuh kepleset, kadang tersandung akar, kadang melihat pemandangan menyeramkan di sebelah kiri-kanan. Begitulah, kalau jalan malam, hawanya sedikit berbeda. Di depan yaitu Adul-Uya lalu Aul-Ateng, lalu Arni-Begeng, Aku-Irma, dan temen-teman yang memakai headlamp berjalan satupersatu. Dengan sabar teman-teman saling memback up karena jalan licin, dan headlamp 1 untuk dipakai 2 orang. Ahkirnya jam 20.30 WIB kami semua tiba di BC dengan sehat.

Perjalanan Ciremai kali ini mengajarkan kepadaku bahwa walaupun sudah ada tim yang jalan duluan untuk mencari lapak tenda, kita tidak boleh terlena lantas berjalan semau kita sendiri. Santai boleh, tapi tetap pasang target agar tidak kemalaman sampai di lokasi mendirikan tenda. Jangan sampai miss-komunikasi antar sesama anggota tim sehingga tenda saja sampai terpisah jauh.

Lagi-lagi hal sepele yang tak boleh disepelekan yaitu alat pribadi, headlamp. Saat berjalan di malam hari headlamp merupakan gear yang sangat penting dalam pendakian. Berjalan bersama karena ada yang tidak memakai headlamp menyebabkan waktu yang diperlukan menjadi tidak efektif. Harusnya bisa berjalan cepat untuk memangkas waktu, tapi serombongan menjadi berjalan sesuai ritme teman-teman yang memakai headlamp buat barengan.
Foto bersama


Overall, aku sangat salut dengan tim pendakian ini.
Ada putri keraton yang sampai puncak dan selalu tak lupa dengan gincunya
Ada si dengkul racing yang selalu tangkas mencari tenda nyasar
Ada sweeper yang sabar menyapu seluruh anggota agar tak ketinggalan di jalur
Ada chef handal yang siap menyajikan masakan enak di gunung
Ada porter yang selalu strong membawa beban lebih banyak
Ada si tukang back up yang setia menggandeng pasangannya di jalur.
Dan adanya rasa kerjasama, saling menghargai, saling memotivasi sehingga kami semua bisa kembali ke BC dengan selamat di tengah cuaca yang tak terduga.


Makasih ya gengs....

Kamis, 11 Mei 2017

Pendakian Gn Rinjani 3726 mdpl via Sembalun



RINJANI. Siapa yang tak kenal dengan gunung berapi tertinggi ke-2 yang terletak di Pulau Lombok bagian utara, NTB. Sudah setahun terakhir aku memimpikan berkunjung melihat keindahan Rinjani seperti yang dikatakan oleh orang-orang. Pendakian rinjani ini aku ikutan open trip bersama beberapa teman pendakianku. Open trip paling murah yang kuamati dari media sosial. Bagaimana tidak murah,,karena panitia memang tidak menyediakan porter tenda maupun logistik. Yang punya porter pribadi juga boleh dibawa.hahaha. Seluruh peserta yakni 33 orang dibagi ke dalam 3 kelompok kecil. Masing masing tim terdapat seorang ketua yang bertugas mengkoordinir anggota mulai dari tahap persiapan sampai pelaksanaan pendakian. Aku masuk dalam tim 3 yang terdiri atas 2 perempuan (Uut dan Tika) dan 9 laki-laki (Bang Ino, Kus, Bang Irul, Ardi, Adit, Rudi, Koh Hengky, Darmadi, dan Ateng).

Panitia memberikan pilihan meeting point di Pelabuhan Lembar dan Bandara Lombok Praya. Untuk menghemat budget aku memilih rute darat menuju mepo. Perjalananku dimulai dari stasiun Lempuyangan dengan kereta Sri Tanjung menuju stasiun Banyuwangibaru. Kami ber-9 (Adul sebagai koordinator dan pengikutnya yaitu Begenk, Bang Ozi, Bang Ari, Bang Irul, Ateng, Tika, Aku serta Mas Adi) berada di gerbong 1 sehingga dapat bercengkrama dengan leluasa selama 14 jam. Tiba di stasiun Banyuwangibaru kami istirahat sembari isi perut di sebuah warung. Jam 24 tengah malam barulah kami meneruskan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang karena menunggu 2 orang teman yang berasal dari Kediri (Bang Way dan Wilhan).  
 
Untuk mengusir kebosanan di kapal, mending Selfie
Retribusi kapal penyebrangan dari ketapang menuju gilimanuk yaitu 6.000 per orang. Tidak sampai setengah jam kami telah tiba di gilimanuk. Dari gilimanuk menuju pelabuhanPpadang bay kami menggunakan bus dengan durasi perjalanan sekitar 4 jam dan biaya 60.000 per orang. Perjalanan kemudian dilanjut dengan naik kapal penyebrangan menuju pelabuhan Lembar dengan durasi 6 jam dan biaya 40.000 per orang. Kala itu kudengar mesin kapal hanya 1 yang berfungsi sehingga perjalanan menjadi lebih lambat dari waktu normal. Sekitar pukul 15.00 WITA kami tiba di pelabuhan Lembar dan minibus telah stand by untuk mengantar kami menuju tempat transit di desa sembalun. Sebelum tiba di sembalun kami belanja di pasar untuk melengkapi logistik tim selama pendakian di rinjani. Kami baru tiba di tempat transit pukul 20.30 WITA. Sungguh perjalanan darat memang menguras tenaga dan waktu. Tetapi di balik semua kemoloran jadwal yang telah disusun, kami banyak mendapatkan keseruan, kehebohan, keakraban, serta kehangatan antar sesama peserta trip selama perjalanan.


Sampai di Pelabuhan Lembar langsung bertemu tim Penjemput
    
Keesokan paginya, Senin, 24 April 2017 kami diantar pick up sampai di pintu Rimba Gunung Rinjani. Setelah berdoa dan puas berfoto di pintu rimba kami mulai berjalan menuju pos 1. Dimulai dari tim 1, lalu tim 2 dan terakhir tim 3. 
Bersama tim 3 sebelum mulai Mendaki

Pendakian via sembalun ini pada awalnya kita akan disuguhi sabana yang membentang luas dan indah dan sesekali terdapat ilalang. Sejauh mata memandang nampak warna hijau mendominasi. Masker pelindung wajah, topi, dan sunblock wajib hukumnya jika mendaki via sembalun. Jika anda mengabaikan hal ini, maka jangan mengeluh jika area wajah dan sekitarnya akan menjadi terbakar. 
Di tengah sabana harus disempatkan foto dulu

Di pertengahan jalan menuju pos I kerilku dibawakan oleh Bang Ino hingga ke pos I. Dasar dengkul keropos, kaki ini belum bisa adaptasi dengan medan rinjani via sembalun. Tapi memang packingan kerilku kacau sehingga beban di punggung terasa lebih berat daripada pundak. Wkwkwk. Mulai dari pos I sampai pos III dengkul dan pundak sudah bisa kooperatif denganku. Alhamdulillah tidak membebani anggota tim yang lain. Terima kasih bang Ino....^_^ Sekitar jam 15.00 kami sampai di pos III, camping ground

Setelah tenda berdiri kami memasak nasi, sayur sop, bakwan. Malam hari kami membuat pisang goreng. Malam yang indah dengan taburan jutaan bintang di langit yang cerah. Banyak dari teman-teman yang berburu milky way, tetapi aku lebih memilih terbuai ke mimpi indah.

 

Atur nafas, rehat di trek sambil foto-foto
 

Selasa, 25 April 2017

Bangun, sholat, memasak dengan menu sayur buncis lalu berkemas untuk lanjut ngetrek.

Kami mulai berjalan menyusuri bebatuan dan terus berjalan naik tanpa ada bonus. Rute yang kami lalui sebelum sampai di plawangan sembalun  bernama 7 bukit penyesalan. Tanjakan demi tanjakan kami lalui. Kalau ada pohon kami berteduh sekaligus melepas lelah. Saat mendaki bukit penyesalan tampak bahwa ujung bukit sudah kelihatan, tapi saat semakin dekat maka muncullah bukit lain yang harus didaki lagi, demikian seterusnya hingga tiba di plawangan sembalun. Memang pepatah “Dekat di mata jauh di dengkul” sangat cocok untuk menggambarkan pendakian gunung rinjani. Saat tiba di plawangan sembalun kami berpapasan dengan tim SAR, porter serta relawan yang tengah mengevakuasi jenazah seorang pendaki. Korban meninggal berasal dari bantul, D.I.Y dibawa turun melalui jalur sembalun.

Kami ngecamp di plawangan sembalun yang dekat dengan sumber air. Tenda kami dirikan tepat menghadap segara anak. Sunrise dan sunset di depan tenda sangat mempesona.
Sunset di plawangan sembalun




Rabu, 26 April 2017

Jam 00.00 WIB kami terbangun dan bersiap-siap untuk summit attack. Kami memasak superbubur serta menyiapkan roti untuk bekal saat perjalanan ke puncak.

Jam 02.00 aku mulai bergerak perlahan bersama Ateng. Untuk summit kami telah dibagi ke dalam kelompok kecil secara berpasangan yaitu Koh Hengky-Darmadi; Rudi-Tika; Ateng-Uut; Ardi-Adit; Bang Irul-Kus; sedangkan bang Ino sendiri tanpa pasangan sebagai sweeper. Awalnya rombongan kami rapat dan tertib, saling membantu terutama membantu Tika dan aku dalam menyusuri trek yang lumayan menguras energi. Lama kelamaan ritme mendaki kami sudah tak seirama, sehingga siapa yang cepat, dia lah yang berjalan di depan. Aku masih ditemani Ateng menyusul beberapa rekan rekan tim 1 dan tim 2 yang telah berjalan duluan. Walaupun aku sudah mengenakan baju lengan panjang dilapisi 2 jaket polar dan 1 mantel, tetap saja hawa dingin terasa menusuk tulang. Angin gunung serta udara dingin membuatku mengantuk. Tapi memang di medan terbuka seperti itu harus terus berjalan walau perlahan, jangan berhenti terlalu lama untuk istirahat. Fokus harus tetap terjaga karena medan yang di lalui adalah jalur yang sempit dengan kanan kirinya adalah jurang. Setelah sekian lama mlipir akhirnya medan berubah menjadi pasir dengan bebatuan hingga ke puncak. Trekking pole sangat berperan besar dalam medan tsb. Aku tidak membawa,tapi aku dipinjami trekking pole saat summit attack. Terasa sekali kalau summit attack pada malam hari, nafas akan cepat ngos-ngosan. Menjelang puncak, semburat orange muncul di sisi timur, pendaki lain berusaha mengabadikan moment sunrise yang sangat mempesona tsb. Sayangnya aku tak mempunyai piranti untuk meng-capture moment tsb.wkwkw. 
 
Ini sunrise dari Puncak Anjani (foto hasil karya Mas Adi)

Sejam kemudian sampailah aku di puncak. Jam 06.30 WITA aku bisa menapakkan kaki di puncak gunung berapi tertinggi no.2 di Indonesia, Mt.Rinjani 3726 mdpl. Alhamdulillah,,atas kuasa Alloh diri ini mampu memaknai perjalanan yang lebih dari sekedar KEINDAHAN, KETINGGIAN, serta PENGAKUAN. Untuk mencapai Puncak Anjani memang lebih jauh, lebih tinggi serta lebih susah dari yang tampak oleh mata.  
Tulisanku di Puncak Anjani hanya ini saja... *_^
Plang #rifqizona yang dibawa Kus dari Bogor


Beberapa teman foto bersama dengan bendera PJB
Foto diri nampak belakang

Saat menyusuri medan berpasir mental kita sungguh diuji. Jika memang tidak kuat, maka istirahatlah sejenak,,jangan dipaksakan terus berjalan. Ambil jeda 1 atau 2 menit untuk mengatur nafas lalu kembali berjalan. Hal tersebut akan lebih efektif daripada kita terus berjalan memaksakan diri. Istirahat jangan terlalu lama karena rasa kantuk akibat angin dan hawa dingin adalah musuh terbesar. Aku tipikal jalan secara pelan tapi continue serta banyak jeda yang diambil untuk menikmati pemandangan sekitar sembari atur nafas ataupun minum. Puas mengambil foto di Puncak Anjani dengan berbagai sudut dan pose, Aku memutuskan untuk duduk sejenak menikmati keindahan di pucuk Rinjani.

Dari Puncak Anjani aku sangat takjub melihat kaldera gunung Rinjani yang berupa danau SegaraAnak. Menurut informasi yang kubaca, danau Segaraanak di ketinggian 2008 mdpl itu merupakan danau kaldera dengan gunung api aktif tertinggi di Indonesia. Di sisi utara-timur kaldera terdapat anak gunung Rinjani yaitu Gunung Barujari. 






Karena keindahan rinjani ini, pantaslah banyak wisatawan mancanegara yang datang ke sana. Dari awal ngetrek sampai summit attack dan tiba di puncak pun, aku melihat banyak bule yang mendaki, mayoritas dari mereka menggunakan jasa porter lokal.

Turun, otw ke tenda di camping ground
Jam 10.00 WITA aku dan beberapa teman baru otw turun menuju plawangan sembalun. Trek pasir cukup mudah untuk dilalui ketika turun. Sesekali kami mengambil foto saat segara anak terlihat sangat indah. Gulungan awan di sisi timur pun kami abadikan bersama birunya langit yang bersih. Saat perjalanan turun dari puncak kami kehabisan air minum. Beruntung ada porter baik hati yang menawarkan air dan juga cemilan. Subhanalloh. Rezeki anak soleh memang gak kemana.hehe. Setelah cukup beramah tamah dengan beliau kami mengucapkan terima kasih dan pamit untuk melanjutkan perjalanan.


Pemandangan trek summit jika dilihat dari atas

Aku tiba di camp sekitar jam 12.30WIB (lama sekali ya). Saat berada di trek turun menjelang area camp aku dan Tika sempat nyasar ke jalur aliran air. Untung ada ateng dan porter yang dengan sigap menolong. Rasa lelah, letih, lapar terakumulasi menjadi satu. Badan rasanya ingin rebahan dan malas packing untuk menuju Segara anak. Saat kami sudah berada di area camp, masih ada beberapa teman yang berada di puncak. Karena pertimbangan safety maka panitia memutuskan kami tidak jadi ngecamp di Segaraanak. Jadi, besok pagi kami turun via sembalun menuju pintu rimba. PR besar yaitu segara anak dan jalur senaru. Menurut para porter, berbahaya jika lewat dari jam 15.00 WITA baru start menuju Segaraanak, karena medan turun lumayan terjal dengan waktu tempuh normal yaitu 4 jam.



Kamis, 27 April 2017

Setelah sarapan dengan menu nasi pecel, krupuk, ikan tuna kami bersiap untuk meninggalkan plawangan sembalun dan turun menuju pintu rimba. Tim 3 mulai bergerak jam 10.00 WITA. Menuruni bukit penyesalan yang terdekat dengan plawangan sembalun membuat dengkulku tremor. Tak dapat dipungkiri lagi, mental untuk turun jauh lebih lemah daripada mental untuk naik. Alhasil aku selalu paling belakang saat turun gunung. Lantas, ada seorang teman yang meminta tas kerilku. Hahaha, akhirnya kerilku dibawakan olehnya sampai di bawah pos 3. Setelah melihatnya kelelahan akhirnya kugendong sendiri tas kerilku hingga ke basecamp. Terima kasih, Bang Irul... ^_*

Sampai di Pos 3, ambil jeda baru lanjut ke BC sembalun

 Di pertigaan arah ke Bawaknao yang merupakan jalur potong kompas dan arah ke pintu rimba aku dan Tika galau. Dilema, mau lewat yang jalur cepat atau sesuai instruksi lewat pintu rimba yang lebih jauh. Akhirnya aku dan tika memutuskan untuk mengambil rute yang lebih pendek lalu mengabari teman yang sudah berada di basecamp.

Aku dan Tika menuju BC Sembalun


Aku tiba di Bawak Nao sekitar jam 16.30 WITA. Beberapa teman telah menunggu kami untuk segera pulang menuju tempat transit. Tapi karena kami kelaparan, maka sebagian ada yang makan bakso, ada yang jajan cilok, ada juga yang nunggu buat dijajain..hehehe. Jam 17.30 kami pulang untuk segera membersihkan diri dan beristirahat. Sambil makan kami banyak bercerita tentang pendakian rinjani tsb. Masing-masing peserta sangat antusias menceritakan pengalaman mereka selama pendakian.


Jumat, 28 April 2017

Jam 10.00 kami(7 orang) berpamitan dengan teman-teman karena kami mendahului pulang ke Jawa. Sebagian besar peserta masih lanjut trip ke gili, sedangkan aku memutuskan untuk langsung pulang. Pesawatku jam 18.50 WITA sehingga kami bisa mampir dulu ke pusat oleh-oleh dan mencicipi sate Rembiga, kuliner khas Lombok. Jam 16.30 WITA kami (2 orang yang pulang ke Jogja) tiba di Bandara Lombok Praya. Segera kami check-in dan mencari mushola untuk sholat Ashar dan beristirahat sembari menunggu waktu Maghrib. Jam 19.00 WITA pesawat lepas landas dan tiba di Bandara Juanda jam 19.00 WIB. Sebelum mengambil bagasi kami mencari mushola untuk sholat Isya. Dari Bandara menuju Terminal Bungurasih/Purbaya kami memilih naik bus Damri dengan biaya 25k per orang. Jam 21.00 WIB bus Sumber Selamat mulai bergerak menuju Yogyakarta. Jam 05.00 kami tiba di terminal Giwangan. Hanya 8 jam saja waktu yang diperlukan dari Surabaya menuju Yogyakarta. Walaupun bus ekonomi tapi AC nya sangat dingin dan driver busnya memang sangat terlatih untuk menjadi raja jalanan di malam hari. Kami yang duduk di kursi paling belakang berusaha menahan rasa takut akibat ulah driver. Seru memang, seperti halnya naik wahana roller coaster. Untungnya kami sehat serta selamat ketika tiba di Yogyakarta. Kami lanjut naik bus transJogja 3A-2A untuk menuju UNY, almamater tercinta kami. Kangen.


 

Dari perjalanan kali ini dapat dipetik beberapa hal yaitu
  • Di balik suksesnya sebuah pendakian dalam tim, terdapat teman yang rela berkorban demi yang lainnya 
  • Teamwork sangat berperan besar dalam mencapai target pendakian 
  • Karakter orang lain akan sangat terlihat selama pendakian sehingga melatih kepekaan sosial 
  • Jangan mengedepankan ego/kepentingan pribadi di atas kepentingan umum



Terima kasih untuk Alloh SWT pemilik semesta

Terima kasih untuk kedua orangtua dan sahabat yang selalu mendoakan

Terima kasih untuk @kaina.sahabatperjalanan

Terima kasih untuk seluruh peserta pendakian Mt.Rinjani. Kalian luarbiasa....

Terima kasih untuk teman mbolang dari Lombok Praya sampai tiba di Jogja...
Partner dari Jogja,haha, berantakan mbok ben,,,,


Special buat teman teman tim 3... love you full... See u all in the next trip... hehehe

Bang Ino digantikan Bang Begenk,,hihihi