Jumat, 14 Juli 2017

CATATAN PERJALANAN (HATI) GUNUNG KERINCI & DANAU GUNUNG TUJUH




Gunung Kerinci (3805 mdpl) merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia. Gunung yang tergolong stratovulkano ini berada di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Salah satu jalur pendakian yang familiar adalah melalui desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayuaro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. 
Hamparan teh berujung pada gagahnya Gunung Kerinci dari depan basecamp

Planning pendakian Kerinci yang dilaksanakan tanggal 28 Juni s.d. 4 Juli 2017 sempat terkendala ACC dari Kanjeng Mami. Beliau tidak mengijinkan saat aku menyampaikan maksud akan mendaki Kerinci bersama beberapa rekan pendakian Rinjani April kemarin. Setelah mencoba beberapa kali dan gagal mendapat ACC akhirnya pada H-5 keberangkatanku, beliau dengan terpaksa membiarkanku pergi. Ibu, maafkan anakmu....hehe. Jangan salah, pendakian Kerinci kali ini harus dibayar mahal. Mahal dalam segi budget, pengalaman dan hikmah yang diperoleh selama dalam perjalanan bersama rekan setim.

Tanggal 27 Juni 2017 yaitu Selasa malam jam 9 keretaku melaju menuju stasiun Gambir. Aku berangkat dengan kereta eksekutif dari stasiun Tugu, Jogjakarta. Kenapa memakai kereta eksekutif yang notabene harganya selangit? Agar bisa berangkat malem dari Jogja dan tiba di Jakarta Subuh karena pesawatku terbang jam 07.55 WIB dari Soeta. Jam 05.00 WIB bus Damri jurusan Gambir-Bandara (tiket 40rb rupiah) melaju lepas tanpa hambatan dan aku tiba di terminal 1B jam 05.45 WIB. Setelah check-in dan menghubungi teman untuk bertemu, akhirnya pesawat lepas landas tepat waktu.

Jangan lupa selfie

Sekitar jam 09.00 WIB kami bertiga (Aku, Kus dan Agung) tiba di Bandara Sultan Thaha Jambi. Sambi menunggu teman yang lain (Ardi dan Bang Dimas) kami menunggu di bandara dan beristirahat. Jam 12.20 WIB kami start menuju BC bangLevi di Kerinci.

Mobil yang menjemput kami untuk menuju Kersik Tuo

Perjalanan menuju BC yang biasanya ditempuh dalam 12 jam ternyata meleset jauh melampaui estimasi kami. Kami beberapa kali berhenti dalam perjalanan, yaitu mengurus tiket travel, menjemput 2 penumpang lain (bukan pendaki), menjemput Bang Irul di Pamenang, istirahat makan sore serta makan malam, serta menurunkan pesanan barang di Sungai Penuh. Akhirnya kami tiba dengan selamat di BC jam 02.30 WIB dengan kondisi badan yang sangat letih. Saat kami tiba di basecamp, rekan setim yang sudah sampai duluan dengan penerbangan paling pagi dari Jakarta telah tertidur pulas. Aku tak menemukan lapak kosong untuk menyandarkan badan yang sudah pegal. Akhirnya aku bisa istirahat di sofa di ujung ruangan tersebut.


Kamis, 29 Juni 2017
Jam 05.00 WIB kami packing ulang sambi melengkapi logistik yang belum tersedia. Jam 09.00 WIB kami diantar menuju pintu rimba. 

candid saat menunggu mobil arah pintu rimba datang

Usai berdoa, Jam 10.00 WIB kami mulai start dari pintu rimba. Anggota fullteam kami yaitu Kus, Bang Ino, bang Zul, Bang Nival, Bang Hadian, Tika, Uya, Fikri, Agung, Ardi, Uut, dan Bang Dimas.
Perjalanan dari pintu rimba menuju pos 1, pos 2, dan pos 3 didominasi oleh akar dengan tingkat kemiringan yang masih wajar untuk kategori Atap Sumatera. Berikut catatan waktu kedatangan di tiap pos:
Kami tiba di pos 1 (Bangku Panjang) jam 10.12 WIB
Pos 2 (Batu Lumut) jam 11.00 WIB
Pos 3 (Pondok Panorama) Jam 12.20 WIB

Pos 1


Pos 3


Waktu di atas khusus catatan waktuku saja. Banyak temanku yang sudah sampai duluan karena mereka adalah si dengkul balap. Ada yang jalan di belakangku juga karena memang mereka adalah sweeper yang tugasnya mengontrol jangan sampai ada anggota tim yang tertinggal di belakang. FYI, di pos 2 terdapat sumber air yang terletak di sebelah kiri dari arah pintu rimba. Hari pertama ngetrek ternyata aku sedang haid. Jadilah perjalanan kali ini terasa melelahkan karena harus menahan nyeri di area perut saat di trek. Tanjakan mulai terasa berat saat meninggalkan pos 3 untuk menuju shelter 1.
trek yang mengharuskan dengkul ketemu dagu

Camp pertama kami di Shelter 1. Aku tiba di shelter 1 jam 14.30 WIB. Setelah para lelaki bekerja sama mendirikan 4 buah tenda dan memasang flysheet, kami para wanita memasak menu makan saat itu yaitu nasi+sop. Sebelum menu utama siap, kami menggoreng empek-empek yang telah dibawa dari Palembang oleh rekan kami, Ardi. Makan empek-empek beserta cuko di camp 1 menjadi moment yang luar biasa. Luar biasa karena kami bisa berbagi empek-empek kepada tetangga sebelah. Menjelang maghrib kami selesai memasak dan kemudian turun hujan. Kami segera membereskan peralatan masak, ganti baju, makan, kemudian tidur.


Jumat, 30 Juni 2017
Pagi segera setelah bangun kami menyiapkan sarapan. Selesai sarapan kami mulai beberes packing dan segera lanjut  menuju shelter 1. Perjalanan diawali dengan tanah yang becek dan berlumpur akibat hujan semalam. Tanah yang licin membuat kami harus hati-hati dalam melangkah dan mengambil pijakan untuk naik. Seringkali kami menemui lorong sempit bekas jalan air yang harus kami lewati. Hal ini bisa dijadikan tolok ukur apakah kami cukup langsing untuk melewati dan berjalan di celah yang cukup sempit tersebut. Kalau aku sudah pasti celana akan banyak bergesekan dengan tanah saat melewati lorong dan kotor pun tidak terhindarkan lagi. Dengan bantuan tangan yang berpegangan pada pohon, perjalanan menuju shelter 3 dapat berjalan dengan lancar walau kadang terpeleset. Berikut catatan waktu tempuh menuju shelter 2 dan 3:
Jam 09.30 – 12.00 shelter 1 ke shelter 2
Jam 13.00  –  14.30  shelter 2 ke shelter 3


Pemandangan di area shelter 2


trek menuju shelter 3


trek menuju shelter 3



Camp kami di shelter 3. Shelter 3 merupakan batas vegetasi sebelum area lintasan menuju puncak Kerinci. Di dekat shelter 3 juga terdapat sumber air. Kami mulai memasak setelah beberapa teman mengambil air.

camp area di shelter 3

Menu makan: nasi, pecel, bakwan.
Jam 21.00 WIB aku sudah bersiap tidur di tenda. Entah kenapa sulit sekali untuk memejamkan mata. Selang beberapa lama, saat aku masih terjaga, aku mendengar suara orang memanggil namaku.
“Mbak Uut,,, udah tidur belum?”
“Belum Kus... Kenapa?” jawabku setelah mengenali bahwa suara tersebut milik Kuswandi
“Gak papa, mbak. Cuma tanya aja”
#Gubrak! Batinku.
Lalu aku berusaha tidur kembali.
Sekitar jam 2 pagi aku kembali mendengar suara Kus yang berada tepat di depan tendaku.
“Mbak Uut...ke sini deh..Ada dedek di sini.”
Aku langsung bangun, melepas SB dan dengan panik keluar dan menuju tenda Kus. Uya yang tidur di sampingku juga ikut terbangun. Pelan-pelan aku dekati tenda Kus dan kupanggil namanya. Tapi dia tidak menyahut. Akhirnya aku masuk ke tenda Kus dan kutemukan dia tengah tertidur pulas tanpa mengenakan SB. Aku bangunkan Kus. Dia terbangun dengan kaget melihatku berada di sana.
“Mbak Uut, kog di sini?’
“Lhah,,kamu manggil aku, Kus,, Katamu dedek ada di sini.”
“Ah, masa mbak? Saya gak manggil mbak kog. Saya kan tidur.” Sanggahnya.
Karena malas berdebat, akhirnya aku segera kembali ke tendaku. Tak lupa kutunggu dia memakai SB lebih dulu. “Tidur ya, Kus...” perintahku.
Di tenda aku masih membahas hal tersebut dengan Uya. Kalau kata teman terusil---- itu Kus hanya mengigau dan kemungkinan besok dia akan ingat apa yang terjadi.


Sabtu, 1 Juli 2017
Bangun jam 04.00 WIB, persiapan summit. Kami summit attack mulai jam 04.30 WIB dan kami semua tidak sempat sarapan sebelum summit. Aku yang tidak memakai geither tetap melaju dengan aman di trek pasir dan bebatuan. Tentu saja di dalam sepatu banyak kerikil yang masuk terutama saat turun dari puncak. Summit attack kali ini aku lupa membawa sarung tangan. Benar-benar lupa karena saat packing aku tidak fokus. Dingin memang, tetapi harus terus berjalan agar hawa dingin tidak berasa. Puncak selalu terasa lebih jauh, lebih tinggi dan lebih sulit dari yang terlihat. Badan yang terbebas dari beban carriel membuat langkahku terasa bersemangat. Walaupun perut keroncongan, asal tekad sudah dalam genggaman, maka percayalah semesta akan bekerja membantumu mencapai tanah tertinggi sebagai tujuan dari kebanyakan orang yang mendaki gunung. Setelah 1,5 jam akhirnya aku menemukan tempat yang cukup datar. Di sana terlihat beberapa memorial pendaki salah satunya yaitu tugu yudha. Sebaiknya kita ikut mendoakan mereka, jangan abai dan lewat begitu saja. Sejatinya kita yang masih hidup di dunia pun pasti akan bertemu dengan kematian, entah kapan.
Tugu Yudha, jangan lupa bacakan doa untuk saudara kita
Di sebelah kanan tampak Danau Gunung Tujuh mempercantik pemandangan Ciptaan-Nya.

Danau Gunung Tujuh tampak nyata di landscape

Dari Tugu Yudha, puncak Indrapura sudah terlihat jelas. Trek berubah menjadi batu-batu padat dan pasir. Kalau dibandingkan dengan summit attack Semeru ataupun Rinjani, summit Kerinci masih menang dari segi durasi waktu yang singkat jika start dari shelter 3. Alhamdulillah, benar-benar summit ini lebih santai daripada perjalanan dari pos 1 hingga ke shelter 3. Terasa bedanya jika kita mengandalkan hati dan menanggalkan ego. Aku sampai di puncak Indrapura jam 06.30 WIB. Capek dan semua keluh kesah lenyap saat tiba di puncak. 

The Highest Volcano Mountain In Indonesia


Terima kasih atas semuanya, Puncak Indrapura

Terima kasih ya Alloh,,karena cuaca cerah dan sambutan yang luar biasa dari semesta untuk kami semua yang tengah bertamu di Kerinci.
Setelah puas menikmati dan mengabadikan moment di puncak, 

thx all,,, kalian luar biasa
Otw turun menuju camp area

kami bergegas turun dari puncak jam 07.30 dan tiba di camp shelter 3 jam 09.00 WIB. Seluruh anggota tim berhasil summit dengan catatan waktu yang berbeda tergantung kondisi masing-masing.

Nikmatilah jeda, karena akan ada hal yang terlewat dalam ketergesaan

Menu pemulihan sehabis summit yaitu nasi goreng dan juga mie instant.
Turun dari shelter 3 menuju pintu rimba yaitu jam 12.00 – 18.30 WIB (khusus catatan waktuku bersama tim sweeper). Dengkul lunglai sejak mendekati shelter 1. Alhasil dari shelter 1 menuju pintu rimba aku berjalan sangat pelan. Untunglah beberapa teman masih setia menemani dan sabar menghadapi gaya keongku.Hahahaha,,, maafkeun,,,
Tiba di BC kami langsung bersih diri makan dan istirahat karena besok kami masih lanjut ke Danau Gunung Tujuh.


Minggu, 2 Juli 2017
Berangkat menuju Danau Gunung Tujuh sekitar jam 10 dari BC bang Levi.
Start ngetrek jam 12.00 – 14.30 WIB (khusus catatan waktuku bersama tim sweeper).



Perjalanan menuju puncak gunung tujuh didominasi oleh akar pepohonan. Tidak ada bonus, menanjak terus. Dengkulku yang sudah lunglai tak bisa dipaksa berjalan dengan cepat seperti rekan yang lainnya. Walau punggung tanpa beban, tetap saja jalanku seperti keong. Kami diperingatkan pendaki yang otw turun bahwa di depan ada sarang tawon, sebaiknya kami ambil jalan ke kanan, jangan lurus, takutnya tawon tersebut membahayakan rombongan. Kami pun menuruti mereka dan selamat sampai di puncak gunung tujuh. Dari puncak kami tinggal turun sekitar 15 menit untuk mencapai Danau Gunung Tujuh. Baru beberapa langkah turun, hujan tiba-tiba datang. Hujan deras dan cukup lama membuat ku berhenti bersama 2 rekan yang kala itu bersamaku. Akhirnya aku, bang Zul dan Bang Hadian berteduh di sebuah pohon yang menyerupai goa. Kami bertiga berdesakan duduk dan memastikan diri tidak kena cipratan air hujan yang jatuh dari langit. Kami menggunakan matras yang ada di daypack yang dipake bang Zul. Sebuah matras dilingkarkan di sekeliling kami bertiga, agar kami tidak kedinginan. Kami berteduh cukup lama sampai berpapasan dengan banyak pendaki yang memilih tetap berjalan di tengah guyuran hujan. Bang Hadian memutuskan untuk lanjut turun, sedangkan aku dan bang Zul masih bertahan di sana. Tak berapa lama kami bertemu dengan Pakde, pemilik BC yang kami tempati. Setelah berbincang sejenak dan hujan agak reda, aku dan bang Zul turun untuk menyusul rekan yang sudah duluan. Mendekati danau, kami dijemput oleh Bang Ino. Lantas kami diberitahu kalo isi daypack kami adalah flysheet. Kami kaget karena memang tidak membuka daypack dari tadi, takutnya ada barang milik pribadi. Akhirnya Aku bersama rekan sejumlah 6 orang naik sampan untuk menuju area camp.


Awesome banget MahaKarya Tuhan

Camp area di danau Gunung Tujuh

Menu malem : nasi liwet, tumis kangkung, sosis, sambel tomat, kerupuk, seblak campur gagang kangkung, donat



Masak ditemani hujan




Donat ala Kuswandi


Senin, 3 Juli 2017
Menu pagi: nasi liwet, sayur asem, bihun campur kacang panjang, sambel bawang, martabak.
Sambil menunggu masakan matang, beberapa teman berenang di danau.



Chef gunung sedang memasak nasi liwet


Saat memasak bihun kecap, gas hi-cook habis total dan kami tak punya stok lagi. Untunglah bihun sudah agak matang. Walaupun bihun tak matang sempurna, teman-teman tetap makan dengan nikmat segala menu yang tersedia.
Jam 11.00 kami selesai makan dan beberes untuk bersiap kembali pulang. Saat kami tengah beberes, sampan yang menjemput kami sudah tiba. Untungnya bapak berdua dengan sabar menunggu kami hingga selesai packing.

Ada banyak kisah yang bisa dikenang bersama

HBD uya,,, wish u all the best...

Sampan Danau Gunung Tujuh yang setia menunggu kami beres packing



Jam 13.30 rombongan pertama mulai naik sampan. Rombongan kedua naik sampan jam 13.45 WIB.
Jam 14.00 kami mulai berjalan dari pinggir danau untuk menuju puncak Gunung Tujuh untuk selanjutnya turun menuju gerbang pendakian.
Jam 16.00 WIB aku dan orang-orang yang masih sabar menemaniku berjalan sampai di lokasi penjemputan. Jam 16.30 WIB mobil jemputan datang dan kami semua pulang menuju BC bang levi. Kami tiba di BC Jam 17.30 WIB dan langsung melaksanakan ritual: sebagian bersih bersih, makan dan beristirahat.

Squad kembali ke BC dengan sehat


Sebelum pulang kami mengecek kembali seluruh barang baik pribadi mapun kelompok, jangan sampai ada yang tertinggal di basecamp. Jam 20.00 WIB kami meninggalkan BC dan menuju Jambi Kota. Jam 02.00 WIB kami mampir ke rumah bang irul yang terletak di daerah Pamenang. Dari jalan lintas masuk gang kira-kira 800 m dan kami sampai di depan rumah bang Irul. Kami serombongan masuk dan istirahat di depan TV. Telah tersedia 2 buah kasur yang digelar untuk menyambut kami. Aku tertidur sampai jam 05.00 WIB. Terima kasih untuk bang Irul atas jamuannya. Alhamdulillah bisa rebahan di kasur walau hanya 3 jam saja.


Selasa, 4 Juli 2017
Dari Pamenang kami lanjut menuju Jambi kota. Jam 08.00 WIB kami tiba di loket travel. Kami sarapan di sana. Driver pun istirahat sejenak.
Jam 11.00 WIB kami sudah tiba di bandara Sultan Thaha. Sambil menunggu waktu check-in sekitar jam 17.00 WIB kami sibuk bersih diri, makan siang dan jalan-jalan di sekitar area Bandara.
Pesawat kami sempat delay selama sejam dan akhirnya kami semua tiba dengan selamat di bandara Soeta  jam 20.30 WIB
Aku naik Damri jam 21.30 WIB dan sampai di Stasiun Gambir jam 22.30 WIB. Sedangkan keretaku berangkat jam 23.30 WIB. Waktu yang masih longgar sebelum boarding aku manfaatkan untuk membeli jajan sebagai bekal di dalam kereta. Aku boading bersama sepasang suami istri dari Jakarta yang baru akan mudik ke Bantul. Beliau berdua sangat mengapresiasi ceritaku yang baru turun gunung. Untunglah, obrolan kami selama satu jam tidak berujung pada pertanyaan horror. Hahahaha.... Obrolan kami harus berakhir ketika kereta kami telah tiba. Beliau dan aku tidak berjodoh untuk bisa satu gerbong.

Hikmah yang dapat dipetik dalam perjalanan ini yaitu:
  1. Pemilihan waktu pendakian saat lebaran bukanlah hal yang baik menurutku. Kenapa? Saat lebaran yang seharusnya dipakai kumpul dengan keluarga malah dipakai untuk kegiatan pribadi. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan kehendak orang tua yang ingin anak-anaknya berkumpul saat lebaran sampai dengan H+7. Buatku ini sangat mungkin berpengaruh terhadap kinerja dengkul saat di alam. Ketika orang tua memberikan izin dengan setengah hati maka aku merasakan betapa alam juga enggan bekerja sama dengan langkah kakiku.
  2. Biaya transportasi cenderung meningkat pada "session lebaran"
  3. Hati-hati jika melakukan pendakian bersama “cewek” saat datang bulan. Sekadar info saja bahwa “cewek” akan sangat sensitif dan emosinya sangat labil jika sedang PMS dan jangan malah diajak becanda selama di trek. Untunglah hanya ngambek,, tidak lebih dari itu. Wkwkwkwk,, ya kali ngambeknya suruh ditahan, di trek jangan ngambek?! #ahsudahlah....


Special thanks to:

  • Alloh SWT pemilik alam semesta
  • Orang tua, sanak saudara dan sahabat yang selalu mendoakan
  • Kus, Bang Ino, bang Zul, Bang Nival, Bang Hadian, Tika, Uya, Fikri, Agung, Ardi, dan Bang Dimas atas pengorbanan, kerja sama, toleransi dan canda-tawa selama seminggu di tanah Sumatra
  • Para dengkul racing yang tetap sabar di belakang, mengawal 1 keong...
  • Para Chef gunung yang berpengalaman atas pelajaran memasak saat di alam
  • Para pengisi waktu luang dengan curhatannya sehingga aku gak penasaran lagi. Tenang, aku akan pura-pura polos saja. wkwkwkwkwk
  • Bang irul,,,, atas persinggahan di rumah Pamenang dan turut serta sampai di pintu rimba.

Love you all,,,semoga bisa barengan lagi di lain kesempatan... *_^


Tidak ada komentar: