Acara liburan kenaikan
kelas selama 1 minggu saya manfaatkan untuk mengunjungi beberapa tempat
wisata di Flores. Salah satu destinasi wisata yang saya pilih
bersama tiga orang SM3T dari kecamatan Nangapenda yaitu Kampung Bena dan
Pemandian air panas di Soa. Kedua tempat wisata itu terletak di kabupaten
Ngada, sebelah timur dari Kabupaten Ende dan Kabupaten Nagekeo.
Kami telah sepakat untuk
berangkat hari Kamis, 4 Juli 2013 menuju Kampung Bena terlebih dahulu. Kami
menggunakan motor yang disewa dari Nangapenda. Dengan hati riang gembira kami
mulai perjalanan menuju Kampung Bena yang terdapat sekumpulan rumah adat khas
Ngada. Jalan Ende-Bajawa relatif mulus, hanya beberapa titik terdapat lubang
dan di sejumlah ruas jalan sedang diperbaiki sehingga kami juga harus hati-hati
dalam berkendara. Kami sempat kebingungan ketika sampai di dekat tugu “Selamat
Datang di Kota Bajawa”. Kami sempat mengambil jalur ke arah Aimere, tapi
kemudian segera putar arah karena menurut informasi kami kebablasan. Setelah bertanya pada warga, kami menemukan pertigaan
yang harus kami lalui untuk menuju kampung Bena. Kami mulai menemukan jalan
yang menurun disertai dengan tikungan menuju Kampung Bena yang terletak di
bawah. Jalan sempit dengan
kebun di sepanjang tepi jalan mayoritas yang sudah diaspal membuat perjalanan
kami lebih cepat sampai di tujuan. Selang beberapa menit kemudian
kami disuguhi pemandangan alam yang menawan hati. Di sebelah kanan tampak
gunung Inerie, yang
menjulang tinggi melebihi awan putih di depannya. Kami sangat terpesona, ingin
rasanya mengabadikan ciptaan Ilahi, tapi kami terus melanjutkan perjalanan
karena takut akan kemalaman saat pulang.
Kampung Bena merupakan salah satu desa tradisional di Flores yang
menyuguhkan budaya megalitikum yang mengagumkan. Perkampungan adat ini terkenal karena keberadaan bangunan megalitik yang dimiliki yakni berupa susunan batuan kuno dan
tata kehidupan masyarakatnya yang masih mempertahankan keaslian perkampungan
tersebut.
Setelah puas mengelilingi
Kampung Bena, kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju Pemandian air panas
di Soa. Untuk sampai di Soa kami melewati Kota Bajawa yang merupakan ibukota
kabupaten Ngada yang terkenal dengan hawanya yang dingin dan sejuk. Dari kampung Bena menuju Soa
kami membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam karena medan yang dilalui penuh dengan
tikungan.
Sekitar jam 15.00 WITA kami
sampai di sana. Ternyata sore hari tempat tersebut lumayan ramai pengunjung.
Bahkan ada SM3T UNNES dari kabupaten Manggarai
yang liburan di sana. Tempat wisata
ini,
sudah dilengkapi dengan fasilitas umum seperti kamar ganti pengunjung. Sumber
air panasnya pun telah dibangun berbentuk kolam nyaman untuk berendam, dinaungi pohon-pohon rindang. Air dari kolam tersebut disalurkan
menuju sungai di bawahnya, sehingga menimbulkan air terjun kecil berair hangat,
campuran air sungai dengan air panas dari kolam. Kami menikmati ‘guyuran’ air terjun ini sembari
duduk-duduk di bebatuan sungai. Sungguh seru sekali!
pemandian air panas Soa di Ngada, Flores, NTT |
Terdapat arena bermain
anak-anak yang terdiri dari ayunan dan perosotan. Puas bermain di air panas
kami segera bersiap untuk pulang. Tapi terlintas di pikiran bahwa jika sudah
sampai di Soa, mengapa tidak sekalian pergi ke tempat wisata Riung. Kami mendengar cerita bahwa jarak antara Riung dengan
Soa dekat sekitar 50 km. Akhirnya setelah diskusi yang lumayan panjang kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Riung. Perjalanan ke Riung kali ini
hanya berbekal niat serta tekad yang membara. Sembari mengisi bensin, kami
bertanya rute yang harus ditempuh jika ingin ke Riung pada pemilik kios.
Perjalanan tak terduga kami dimulai.
Hari mulai gelap, kami terus menyusuri jalan sempit
dengan aspal yang sudah rusak. Di kanan kiri jalan hanya terlihat tumbuhan
liar. Sesekali kami berpapasan dengan sepeda motor. Lega hati kami jika melihat
perkampungan penduduk. Hari menjelang malam, matahari sudah kembali ke
peraduan. Lampu motor dinyalakan, mental kami kuatkan, mulut senantiasa
mengucap doa, berusaha menyelesaikan misi kami untuk sampai di Riung malam itu
juga. Dua sepeda motor yang kami sewa tidak siap untuk menghadapi medan malam
hari di pegunungan. Pukul 19.00 WITA kami berhenti sejenak untuk bertanya
kepada warga yang ada di jalan apakah Riung masih jauh dari lokasi tersebut.
Menurut mereka, Riung tidak jauh, kami diminta mengikuti jalan utama, sekitar 2
jam lagi kami sampai. Setelah mengucap terima kasih kami segera tancap gas
meneruskan perjalanan. Kami mulai panik manakala jalanan terasa sunyi, gelap
gulita dan tidak terlihat perkampungan penduduk. Kami berempat akhirnya
memutuskan untuk beristirahat dan mencari tempat menginap di rumah warga
sekitar. Saat sampai di suatu perkampungan yang belum terjamah listrik, kami
berhenti dan bertanya pada pemuda yang tampak baru pulang dari kebun.
Mengetahui kami membutuhkan tempat yang bisa dipakai
untuk beristirahat pemuda itu memberitahu rumah seorang tetua di kampung
tersebut. Namanya pak Tomas. Pemuda itu menunjukkan arah menuju rumah pak
Tomas. Saat kami mencoba mencari rumah pak Tomas kami sempat dikerumuni
anak-anak. Mungkin karena kami terlihat seperti orang asing dengan sepeda motor
yang tampak kebingungan. Setelah beberapa lama mondar-mandir, akhirnya kami
berhasil menemukan rumah Pak Tomas. Rumah beliau terletak di bawah jalan utama,
dan agak tersembunyi karena saat itu tiada penerangan sama sekali.
Menurut saya, rumah tersebut sangat mewah. Dinding
rumah terbuat dari batu bata, dengan arsitektur yang menakjubkan untuk ukuran
orang yang hidup di pedesaan. Setelah kami masuk dan bertemu dengan pak Tomas,
kami memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangan kepada pak Tomas. Beliau
menerima kami dengan ramah. Begitu kami masuk kamar, beliau segera menyalakan
genset. Akhirnya kami bisa mengobrol santai dengan tuan rumah. Sesekali kami mengecek
hp yang kami taruh di jendela. Karena kata pak Tomas, sinyal lumayan kuat jika
hp kami letakkan di jendela, di ruang televisi. Kami memberi kabar lewat sms
keluarga di Ende karena rencana yang semula hanya sehari dan langsung pulang
berubah menjadi 2 hari dan harus menginap.
Pak Tomas kaget ketika mengetahui bahwa kami SM3T dari
Ende yang butuh tempat untuk menginap. Tak disangka pula ada salah satu peserta
SM3T dari UNY yang ternyata ditempatkan di Wangka. Beliau bercerita banyak
tentang kehidupan masa kecil sampai akhirnya sukses dan berhasil mendidik
putra-putri beliau hingga selesai kuliah.
Beliau tinggal di rumah tersebut dengan istri dan
seorang cucu. Anak-anak yang lain bekerja di luar kota dan sudah memiliki
keluarga. Kedatangan kami yang tak terduga, tidak mengurangi cara beliau untuk
memperlakukan tamu asing. Kami dipersilahkan menempati sebuah kamar yang luas
dengan tempat tidur yang muat untuk kami berempat. Kami juga makan malam
bersama pak Tomas. Sambil makan kami mengobrol lebih banyak. Dari cerita pak
Tomas, beliau seorang yang mulanya bukan siapa-siapa akhirnya bisa sukses di
masa depan. Beliau memang hanya tamat SD tapi semangat beliau untuk maju dan
berkembanglah yang membuat beliau terus bekerja keras. Beliau mengembangkan
usaha di bidang perkebunan, pertanian, dan peternakan. Masa kecil yang sering
dihujat orang karena kondisi yang dulu miskin
membuat beliau bertekad untuk mengubah nasib beliau dan keluarga. Pak Tomas
mengatakan bahwa masa muda beliau tidak pernah diisi hura-hura apalagi kegiatan
bersenang-senang seperti yang kami lakukan saat itu. Yang beliau lakukan adalah
bekerja bekerja dan terus bekerja keras mewujudkan mimpinya agar bisa sukses
sehingga tiada lagi orang yang meremehkan dan mengejek dirinya.
Benar-benar menggambarkan pepatah “Bersakit-sakit
dahulu, bersenang-senang kemudian”. Barulah pada masa tuanya beliau bisa
menikmati hasil kerja kerasnya selama ini. Beliau merasakan
yang namanya jalan-jalan ke luar
kota maupun luar negri adalah saat anak-anaknya mulai kuliah.
Malam semakin larut, pak Tomas mempersilahkan kami
untuk beristirahat. Jika kami sudah berada di kamar, beliau akan segera
mematikan genset. Biasanya genset dihidupkan pada jam 19.00 s.d 22.00 WITA.
Setelah mengucapkan selamat malam kami bergegas tidur.
Kami sangat bersyukur secara tidak sengaja berhenti di
kampung ini dan akhirnya bermalam di desa Wangka Selatan kecamatan Riung-di rumah pak Tomas sekeluarga. Memang rahasia Alloh SWT sungguh indah. Tiada yang kebetulan,
jika Tuhan menghendaki, maka niscaya akan terjadi. Betapa kami bisa belajar
banyak dari beliau. Keramahan pak Tomas sekeluarga tidak akan kami lupakan.
Kenangan itu akan melekat di hati dan
kami bawa pulang ke Jawa.
Pagi hari kami bersiap-siap melanjutkan perjalanan
menuju Riung. Setelah pamit dan memberikan ucapan terima kasih kami
bergerak menyusuri jalan pegunungan untuk tiba di pesisir pantai. Matahari
mulai menyinari bumi. Kami bisa mengamati jalan yang kami lalui dengan jelas.
Jarak antara kampung Wangka dengan kampung sebelah memang berjauhan. Jalan yang
kami lalui kebanyakan berupa turunan karena pada malam harinya rute yang kami
lalui kebanyakan berupa tanjakan.
dua motor paling kiri adalah motor sewaan dari Ende yang diparkir semalaman dan berembun sangat banyak |
Setelah 1 jam perjalanan kami sampai juga di ibukota
kecamatan Riung. Kota kecamatan dengan tempat wisata Riung 17 Pulau jaraknya
dekat. Tiba di Riung kami langsung memesan kapal kayu dan pelampung serta
snorkel. Walau kami hanya berempat kami tetap dilayani dalam 1 kapal, tidak
digabung dengan pengunjung lainnya.
Ruing terletak di pesisir utara pulau Flores. Oleh
karena itu, keadaan lautnya lebih tenang dari pada pesisir selatan Pulau
Flores. Kami mengunjungi tiga pulau yang terkenal di kawasan Ruing 17 Pulau
yaitu Pulau Kelelawar, Pulau Rutong dan Pulau Tiga. Setelah puas berenang di
tepian, melihat bunga karang dengan snorkel dan berfoto dengan bintang laut
kami segera kembali ke daratan.
Kami transit di rumah kontrakan salah satu teman SM3T UNY di kecamatan Riung. Pukul 16.00 WITA kami pamit dan pulang menuju Ende. Rute yang kami tempuh menuju Ende berbeda dengan saat kami berangkat menuju Riung. Kami lewat Mbay, ibukota kabupaten Nagekeo. Jalan aspal lebih mulus dan waktu tempuh lebih singkat. Alhasil kami sampai di Nangapenda jam 19.00 WITA dengan selamat dan sehat. Badan yang letih dan pegal tak berarti ketika mengingat apa yang telah kami peroleh dalam perjalanan wisata di Bena, Soa, dan Riung. Touring bersama teman-teman wanita yang menyenangkan dengan banyak pengalaman baru di dalamnya.
salah satu view pantai di Riung |
bintang laut ini kami kembalikan di tempat semula |
salah satu pemandangan yang kami jumpai dalam perjalanan pulang ke Ende |
Perjalanan pulang dari Riung melewati Mbay yg notabene akses jalannya lebih mudah, aspal mulus serta pemandangan yg luar biasa |
2 komentar:
Saya senang dengan cerita pertualangan Anda, sebagai seorang yang berasal dari Wangka (Riung-Ngada)saya merasa bangga dan kagum telah menjelajahi suasana kampung kami, salam dan doa dari Wangka.
Iya.. Terima kasih. Saya juga banyak terisnspirasi dari kehidupan di Wangka berdasarkan cerita pak Tomas...
Posting Komentar